Inflasi Pedesaan 0,35 Persen, Ini Penyebabnya

Cabai merah memberikan andil iflasi sebesar 0,14 persen, sedangkan untuk rokok menyumbang 0,03 persen.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Nov 2018, 13:18 WIB
Harga cabai rawit merah mengalami kenaikan harga sebesar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per kilogram. Jika sebelumnya dijual Rp 30 ribu hingga Rp 35 ribu, kini harga cabai berkisar Rp 55 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi di pedesaan mencapai 0,35 persen. Inflasi ini disebabkan oleh sejumlah faktor yang hampir sama dengan penyebab inflasi di perkotaan, seperti cabai merah, bahan bakar minyak (BBM), dan rokok.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, cabai merah memberikan andil 0,14 persen. Sedangkan untuk rokok menyumbang 0,03 persen atau lebih besar dibandingkan di perkotaan.

"Inflasi pedesaan 0,35 persen. Penyebab utamanya, pertama, karena harga cabe merah andil 0,14 persen karena kita tahu bahwa cabai sangat dipengaruhi musim. Jadi secara general penyebab utamanya sama dengan kota, cabai merah, cabai rawit dan bensin juga ada rokok kretek filter 0,03 persen. Kalau di kota sumbang 0,01 persen, di desa 0,03 persen," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (1/11/2018).

Faktor kedua, yaitu kenaikan harga gabah. ‎Hal ini ditunjukkan nilai tanaman pangan meningkat 0,82 persen karena kenaikan harga gabah, ditambah kenaikan harga jagung, ketela pohon dan ubi jalar. Ini memuat harga komoditas tersebut di tingkat konsumen juga naik.

"Idealnya harga produk pertanian naik supaya menguntungkan petani. Tapi bagaimana caranya sampai ke konsumen tetap pada harga yang wajar. Meski ada margin yang diambil, tapi kalau rantai pedagangan bisa lebih efisien tentu bisa meningkatkan pendapatan petani dan juga lindungi konsumen," ungkap dia.

Sementara untuk kontribusi komoditas besar terhadap inflasi hanya sebesar 0,05 persen. Menurut Suhariyanto, angka tersebut relatif kecil kontribusinya.

"Di pedesaan ada sumbangan beras 0,05 persen. Petani kita juga ada yang menyimpan dikit dan ada yang menjual langsung sesuai kebutuhan kemudian beli lagi. Jadi ada sumbangan seperti di kota, tapi karena angkanya kecil jadi saya pikir tidak masalah. Dengan stok yang tahun ini lebih bagus saya rasa akan oke," ucap dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BPS: Inflasi Oktober 2018 Capai 0,28 Persen

Pedagang cabai melayani pembeli di pasar Senen, Jakarta Pusat, Rabu (24/5). Menghadapi bulan puasa, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan bahwa harga bahan pokok di pasaran terpantau stabil. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Oktober 2018 sebesar ‎0,28 persen. Inflasi ini didorong oleh kenaikan harga sejumlah komoditas.

Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan untuk inflasi tahun kalender, yaitu Januari-Oktober 2018, mencapai 2,22 persen, sedangkan inflasi tahun kalender sebesar 3,16 persen.

"Pertimbangan harga berbagai komoditas pada Oktober 2018 secara umum menunjukan kenaikan. Inflasi di pedesaan pada Oktober 0,35 persen. Tapi perlu diperhatikan ini idak perlu disandingkan begitu saja karena metodenya berbeda," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (1/11/2018). 

Dia mengungkapkan, dari 82 kota IHK yang dilakukan pemantauan, sebanyak 66 kota mengalami inflasi. Sedangkan 16 kota mengalami deflasi.

Inflasi tertinggi dialami Palu sebesar 2,7 persen, sedangkan terendah yaitu Cilegon sebesar 0,01 persen. Sementara untuk deflasi tertinggi ‎dialami Bengkulu sebesar -0,74 persen dan deflasi terendah di Tangerang -0,01 persen.

"Ini berarti inflasi masih terkendali. Masih ada 2 bulan lagi, kita perlu perhatikan di Desember, tapi kita harapkan inflasinya terkendali," ujar dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya