Tuntut Cukai Rokok Tidak Naik, Emak-Emak Buruh Tembakau Turun ke Jalan

Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Jawa Timur.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 01 Nov 2018, 22:01 WIB
Foto: Dian Kurniawan/ Liputan6.com.

Liputan6.com, Surabaya - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya, Kamis (1/11/2018).

Ribuan anggota RTMM-SPSI yang hampir seluruhnya perempuan itu menyampaikan permohonan kepada pemerintah agar tidak menaikkan tarif cukai dan harga jual rokok.

"Harga jual eceran rokok terlampau tinggi tahun 2019," tutur Ketua Pengurus Daerah Jawa Timur FSP RTMM-SPSI Purnomo.

Dia menjelaskan, kenaikan yang terlampau tinggi dikhawatirkan akan berdampak pada makin melemahnya industri hasil tembakau nasional yang terus mengalami penurunan. Dampaknya, tentu berkaitan langsung pada kelangsungan lapangan pekerjaan anggota FSP RTMM-SPSI yang 60 persen di antaranya pekerja industri rokok.

"Kami meminta perlindungan kepada bapak Gubernur Jawa Timur Soekarwo terkait industri hasil tembakau yang saat ini masih merupakan sawah ladang mata pencaharian bagi ratusan ribu anggota kami," kata Purnomo.

Dia mengatakan, kenaikan tarif cukai ataupun harga jual eceran rokok yang terlampau tinggi turut meningkatkan peredaran rokok ilegal dan menyebabkan menjamurnya rokok-rokok murah ilegal. Akibatnya, negara akan kehilangan penerimaan dari sektor cukai.

"Berdasarkan studi Universitas Gadjah Mada, potensi penerimaan negara yang hilang akibat rokok ilegal dapat mencapai Rp 1 triliun," ucap Purnomo.

 


Apa yang Terjadi Jika Cukai Rokok Naik?

Foto: Dian Kurniawan/ Liputan6.com.

Sementara itu, Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia, Djoko Wahyudi menambahkan, industri hasil tembakau sudah terbebani oleh kenaikan tarif cukai rokok di atas inflasi sehingga mengalami stagnansi sejak 2014.

"Bahkan, sejak tahun 2016, industri yang menjadi tumpuan enam juta orang ini telah mengalami penurunan sebesar 1-2 persen," tutur Djoko.

Secara terpisah, Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto menyampaikan, akibat kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi di atas inflasi, maka dalam delapan tahun terakhir, banyak pekerja rokok yang terpaksa dirumahkan atau PHK.

PP FSP RTMM-SPSI mencatat, pada 2010 lalu, jumlah pekerja yang tergabung dalam organisasinya sebanyak 235.240. Lima tahun kemudian atau pada 2015, jumlah anggotanya turun menjadi 209.320 orang.

Penurunan terus terjadi pada 2017 lalu, menjadi hanya 178.624 orang. Itu artinya, selama delapan tahun terakhir, pekerja rokok yang kehilangan pekerjaan sebanyak 56.616 orang.

"Maka itu, kami berharap yang terhormat Bapak Soekarwo selaku Gubernur Jawa Timur dapat membantu menyuarakan suara kami kepada pemerintah pusat," ujar Sudarto menambahkan. 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya