500 Hari Kasus Novel Baswedan, Aktivis Ingatkan Dosa Masa Lalu

Sebagai penegak hukum, Novel diharapkan sadar bahwa yang dia suarakan tidak berbeda dengan dengan korban yang dia tembak.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 01 Nov 2018, 17:42 WIB
Wadah Pegawai (WP) KPK saat memperingati 500 hari penyerangan terhadap Novel Baswedan di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). WP KPK mendesak Presiden Joko Widodo menyelesaikan kasus-kasus penyerangan terhadap aktivis. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini tepat 500 hari pasca-penyerangan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Alih-alih menyuarakan itu, massa aksi dari Majelis Pemuda Independen menyambangi gedung lembaga antirasuah untuk mengingatkan kembali dosa masa lalu Novel.

Orator massa aksi, Rizal menyampaikan, Novel jangan hanya berteriak meminta keadilan setelah disiram air keras oleh orang tak dikenal. Namun, dia juga harus ingat dengan kejahatan masa lalu yang dilakukan saat berdinas di Polres Bengkulu.

"Dia (Novel) telah melakukan penembakan terhadap masyarakat saat mengusut pencurian sarang walet," ujar Rizal di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (1/11/2018).

Sebagai penegak hukum, Novel diharapkan sadar bahwa yang dia suarakan tidak berbeda dengan dengan korban yang dia tembak. Jangan sampai malah seolah-olah hanya dirinya korban kejahatan berat dan meminta keadilan.

"Jika Novel berteriak minta keadilan, bagaimana dengan keadilan korban yang dia tembak?," jelas Rizal.

Empat orang di Bengkulu memberikan kesaksian kepada Anggota DPR RI. Mereka mengaku diperlakuan buruk oleh penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Keempatnya menyebut sempat mengalami tindak kekerasan saat Novel masih menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Bengkulu. Saat itu, Novel sedang menyelidiki kasus pencurian sarang burung walet.

 


Kasus Bengkulu

Novel Baswedan bersama Wadah Pegawai (WP) KPK memperingati 500 hari penyerangan terhadap dirinya di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). Penyidik senior KPK itu diserang dengan air keras pada 500 hari lalu. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Novel kemudian sempat ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan salah satu korban atas nama Irwansyah. Polisi kemudian menangkap penyidik KPK itu di rumahnya yang berada di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara lantaran dinilai tidak kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan.

Berkas penyidikan pun akhirnya rampung dan kasus penganiayaan itu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bengkulu. Namun, Kejaksaan Agung memutuskan menghentikan penuntutan perkara Novel pada Februari 2016 dengan mengacu pada Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP).

Irwansyah kemudian mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bengkulu pada Maret 2016. Hakim mengabulkan dan memerintahkan kejaksaan negeri Bengkulu melimpahkan berkas perkara kasus Novel ke PN Bengkulu untuk disidangkan.

Namun setahun berlalu, sidang tersebut tidak terlaksana.

 


Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya