Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar orang mengaku bahwa ketika tumbuh dewasa mereka akan mendapatkan kesempatan lebih besar untuk melakukan apa pun yang benar-benar mereka inginkan. Khususnya, generasi milenial.
Namun, dalam kenyataannya, tidak semua orang di sekitar mereka memiliki minat dan tujuan hidup yang sama.
Baca Juga
Advertisement
Misalnya, orangtua meminta mereka untuk segera menyelesaikan studi, tapi mereka masih ingin bermain sambil belajar. Atau, teman memberikan saran untuk membuka bisnis sendiri, padahal mereka belum punya modal kuat dan ingin bekerja dahulu.
Mereka pun cenderung dihadapkan dengan banyak pilihan dalam hidup, atau terdoktrin dengan satu nilai kehidupan. Hampir semua orang pernah terjebak dalam trik psikologis seperti ini, setidaknya sekali.
Lalu, kesalahan apa saja yang kerap dijadikan pedoman hidup orang-orang, meski kenyataannya --seharusnya-- bisa tidak demikian?
Berikut 4 di antaranya, seperti dilansir dari Bright Side, Kamis (1/11/2018).
Saksikan video pilihan berikut ini:
1. Tidak Bisa Hidup Tanpa Instagram
Foto-foto indah dan bagus yang kerap diunggah di Instagram, dianggap merupakan bentuk manipulasi kehidupan nyata.
Setidaknya, itulah yang membuat seseorang ingin terus memosting apa pun yang dilakukannya, sebab ia cenderung lebih bahagia saat mendapatkan like banyak.
Psikolog memiliki pendapat lain tentang hal itu. Mereka percaya bahwa orang-orang yang suka memamerkan kehidupan pribadi di Instagram, telah mengembangkan fitur narsistik yang ada di dalam otaknya.
Sementara itu, hal tersebut juga bisa membahayakan pengguna lain, misalnya memantik rasa iri dan bahkan depresi.
Advertisement
2. Beli Barang Mewah, Meski Harus Menderita
Masyarakat sekarang ini cenderung aktif mempromosikan kehidupan pribadi demi kesenangannya sendiri. Misalnya dengan membeli gawai baru, parfum trendi, pakaian mewah, atau mobil berkelas. Namun di sisi lain, mereka tidak memikirkan jangka panjangnya.
Ada orang yang rela membeli iPhone keluaran terbaru, meski ujung-ujungnya ia harus makan mi instan selama 6 bulan. Atau mobil mahal yang telah dibelinya tidak mampu membayar uang sewa tempat parkir di lingkungan rumahnya.
3. Pendidikan Menentukan Kasta
Selama bertahun-tahun, masyarakat selalu dihadapkan dengan anggapan: seseorang yang tidak berpendidikan tinggi, berarti ia bodoh dan tak mampu.
Namun seseorang yang berhasil memperoleh gelar sarjananya, secara otomatis akan menjadi spesial di mata orang, terutama untuk sebagian besar perusahaan bergengsi. Akibatnya, mereka hanya bisa mendapatkan pekerjaan sederhana.
Untuk era modern saat ini, hampir tidak ada sarjana --yang secara terbuka-- menyatakan bahwa mereka ingin menjadi penjahit, tukang listrik atau petani.
Advertisement
4. Enggan Mencampuri Urusan Orang Lain
Bayangkan Anda tergelincir di jalan yang licin, jatuh tepat di tengah jalan yang ramai, dan lengan Anda terluka. Anda sangat merasa butuh bantuan.
Ketika Anda melihat sekitar, sebagian besar dari mereka hanya akan melewati Anda (tak mau membantu dengan berbagai alasan), atau ada yang diam-diam merekam insiden yang menimpa Anda, dan bahkan sedikit dari mereka yang bersedia menolong Anda.
Memang terlihat miris, namun begitulah kehidupan di kota-kota besar untuk saat ini. Rasa responsif masyarakat terhadap lingkungan sekitar sudah cenderung hilang dan telah dikalahkan oleh sikap acuh tak acuh.