Liputan6.com, Kotawaringin Timur - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menertibkan puluhan alat peraga kampanye (APK) yang dinilai melanggar aturan. Ternyata, tindakan tegas tersebut langsung menimbulkan reaksi.
"Caleg tidak berkoordinasi dengan partai politiknya dalam memasang APK sehingga terkesan agak liar. Seharusnya partai politik juga bisa mengkoordinir caleg mereka agar lebih teratur," ujar Ketua Bawaslu Kotawaringin Timur (Kotim) Tohari, seperti dilansir Antara, Jumat (2/11/2018).
Advertisement
Menurut Tohari, aturan sudah menegaskan jika peserta pemilu hanya ada tiga, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik yang di dalamnya ada caleg-caleg, serta calon perseorangan atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).
Artinya, kata dia, caleg akan dikoordinir oleh partai politik, bukan sendiri-sendiri, termasuk soal alat peraga kampanye.
"KPU telah membuat aturan jelas terkait waktu, bentuk, ukuran, jumlah, dan lokasi pemasangan alat peraga kampanye. Lokasi pemasangan APK merujuk pada surat keputusan Bupati terkait lokasi-lokasi yang ditetapkan dan diperbolehkan untuk pemasangan APK," papar Tohari.
Dia mengatakan, jika APK dipasang di halaman rumah warga, maka harus ada izin tertulis dari pemilik lahan atau rumah. Namun, menurutnya, yang terjadi saat ini marak APK milik caleg yang dipasang dengan melanggar aturan.
Sesuai aturan, lanjut Tohari, KPU juga memfasilitasi pembuatan APK untuk peserta pemilu dengan bentuk, ukuran dan jumlah sesuai aturan.
Alat peraga kampanye resmi tersebut, kata dia, saat ini masih tahap proses lelang, sehingga yang marak saat ini dipastikan bukan buatan KPU.
"Isi konten dalam alat peraga kampanye yang dicetak sendiri hanya boleh memuat lambang, nomor urut partai politik, visi misi program, foto pengurus partai, foto tokoh yang melekat pada citra diri partai politik, serta foto dan nama caleg secara keseluruhan. Di luar itu, berarti pelanggaran," kata Tohari.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sudah Menyurati
Tohari mengaku, sebelum penertiban APK yang melanggar aturan, pihaknya sudah menyurati peserta pemilu untuk melakukan penertiban sendiri. Namun, karena banyak yang tidak mengindahkannya, maka akhirnya dilakukan penertiban.
"Kami saat ini konsentrasi pada isi atau konten APK. Sejauh ini banyak temuan pelanggaran yaitu konten yang melebihi dari yang ditetapkan aturan. Nomor caleg itu pelanggaran. Aturan hanya memperbolehkan memuat partai politik, pasangan calon presiden dan wakil presiden serta calon DPD RI," tegas Tohari.
Penertiban sendiri dilakukan Bawaslu bekerja sama dengan pemerintah kabupaten, khususnya Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. Kegiatan ini juga dikawal anggota Polres Kotim.
Sementara itu, salah seorang caleg DPRD Kotim Riskon Fabiansyah langsung bereaksi. Dia mengaku kecewa karena penertiban tersebut tebang-pilih sehingga ada caleg yang dirugikan. Penertiban juga terkesan sembarangan karena poster yang tidak mengatasnamakan partai politik pun juga ditertibkan.
"Saya sebagai wakil OKP (organisasi kepemudaan) akan bersurat ke Bawaslu terkait banner kegiatan Sumpah Pemuda yang dilepas di halaman gedung KNPI karena jelas konten atau isi banner iti bukan mengatasnamakan partai politik. Selain itu, tidak ada upaya peringatan atau pemberitahuan dari Bawaslu kepada OKP AMPI terkait penertiban banner itu," kata Riskon.
Riskon juga mengkritisi penertiban yang terkesan pilih kasih. Menurutnya, banyak poster atau reklame lain yang jelas-jelas mengarah pada tujuan politik, malah dibiarkan tak tersentuh oleh penertiban Bawaslu.
Advertisement