Liputan6.com, Jakarta Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Bandung menyebutka, saat ini sebagian wilayah Indonesia khususnya Indonesia bagian Barat sedang memasuki musim penghujan dari musim kemarau.
Peralihan dari musim ini, dalam istilah lain disebut periode pancaroba yang ditandai turunnya hujan ekstrem yang diikuti angin kencang dan petir.
Advertisement
Menurut Kepala BMKG Stasiun Bandung Toni Agus Wijaya, kondisi atmosfer saat ini di wilayah Indonesia dianggap masih variatif, karena angin Baratan yang menimbulkan hujan masih belum intensif terpantau hingga pada akhir Oktober ini.
Toni memperkirakan hal itu disebabkan adanya badai topan Yutu dengan pusat tekanan rendah di sebelah Utara dan bergerak ke arah Barat Laut Filipina dengan kecepatan maksimum 95 knot.
"Badai typhoon ini mengganggu sirkulasi masa udara dari Timur Laut yang menuju kepulauan Indonesia," kata Toni kepada Liputan6.com, Bandung, Minggu (4/11/2018).
Di sisi lain terdapat juga tekanan rendah di Samudera Hindia tepatnya sebelah Barat kepulauan Mentawai, yang telah menciptakan daerah sirkulasi tertutup di kawasan Sumatera bagian selatan dan perlambatan angin di laut Jawa yang memungkinkan pertumbuhan awan-awan hujan di daerah yang dilewatinya.
Toni mengatakan kondisi dinamika atmosfer seperti itu menimbulkan prospek tinggi, terjadinya hujan di sekitar wilayah Jawa Barat hingga seminggu ke depan. Toni menuturkan daerah Jawa Barat diprakirakan cuaca umumnya berawan hingga hujan sedang.
Selain itu,jelas Toni, juga berpotensi hujan sedang sampai lebat pada siang dan sore hingga malam hari. Kondisi ini akan lebih signifikan untuk daerah dataran tinggi di mana peluang hujan akan makin besar.
Adanya hal itu harus disertai mitigasi bencana puting beliung, banjir bandang dan tanah longsor. Potensi bencana alam tersebut karena topografi wilayah Jawa Barat terdiri dari hamparan dan banyak dataran tinggi dengan tingkat kepadatan penduduknya terdapat pada daerah rawan bencana.
"Bencana alam hidrometeorologi pada daerah pegunungan adalah banjir bandang, pergeseran tanah dan tanah longsor. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 45 derajat, jenis tutupan lahan bukan tanaman keras serta pemukiman padat penduduk, mempunyai kerawanan tinggi terhadap bencana alam pergeseran tanah dan tanah longsor," ujar Toni.
Curah hujan ekstrem yang lebih dari 100 milimeter per hari atau lebih dari 50 milimeter per jam, merupakan pemicu bencana pergerakan tanah dan tanah longsor.
Selain itu hujan ekstrem di daerah hulu sungai dapat memicu bencana banjir bandang dan berbahaya bagi masyarakat yang tinggal di daerah bantaran sungai.
Pembentukan Comulonimbus
Pada periode pancaroba ini, pembentukan awan-awan Cumulonimbus (awan petir) sering terjadi. Awan petir dapat terbentuk puting beliung, dimana pusaran angin kencang pada lapisan bawah awan tersebut yang dapat memporak - porandakan apapun yang dilewatinya.
"Pada awan ini, angin kencang yang kadang-kadang disertai badai guntur datang bersamaan berpotensi menyebabkan kerusakan pada pemukiman penduduk bahkan menimbulkan sambaran petir yang dapat merenggut jiwa maupun dampak kerusakan pada peralatan elektronik," jelas Toni.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi memasuki musim penghujan diimbau kepada masyarakat agar mengenali lingkungan tempat tinggalnya. Jika lingkungannya pada daerah serupa, diimbau agar mengungsi sementara ketika terjadi hujan sedang hingga deras dalam jangka waktu yang lama.
Selain itu, ketika terjadi angin kencang dan petir diimbau masyarakat agar mencabut peralatan elektronik dari sumber daya listrik, menghindari berteduh di bawah pohon besar, memberikan jarak yang memadai antara rumah dengan pohon besar atau tiang listrik.
"Disarankan masyarakat berdiam diri di tengah rumah atau tidak bersandar ke dinding rumah atau bangunan ketika sedang terjadi badai guntur. Apabila dalam kendaraan, cara lebih aman diam di dalamnya daripada berada di dekat kendaraan," tutur Toni.
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement