Ups, Microsoft Temukan Banyak Windows Bajakan di Asia

Microsoft menemukan banyak sekali Personal Computer (PC) yang menggunakan OS Windows bajakan di wilayah Asia.

oleh Andina Librianty diperbarui 06 Nov 2018, 10:00 WIB
CEO Microsoft, Satya Nadella, saat berkunjung ke SMP Muhammadiyah 9 Jakarta. (Doc: Microsoft Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta - Microsoft menemukan banyak sekali Personal Computer (PC) yang menggunakan OS Windows bajakan di wilayah Asia. Hal ini diketahui dari penyelidikan internal yang dilakukan perusahaan.

Dilansir Softpedia, Selasa (6/11/2018), Microsoft membeli cukup banyak PC selama periode Mei-Juli 2018 dari berbagai pasar di Asia.

Tujuannya untuk mengetahui seberapa banyak yang memiliki lisensi Windows palsu dan malware bawaan.

Hasilnya, 100 persen PC yang dibeli di Korea Selatan (Korsel), Malaysia, Vietnam dan Thailand memiliki software bajakan. Selain itu, 91 persen lisensi pada PC India tidak asli dan di Indonesia sebesar 90 persen.

Secara keseluruhan, tidak kurang 83 persen dari total komputer yang dibeli di pasar Asia, menggunakan Windows yang tidak berlisensi.

Filipina adalah negara dengan tingkat penggunaan Windows bajakan terendah pada komputer baru.

Windows sendiri merupakan OS komputer yang paling banyak digunakan di dunia. Menurut data yang dirilis Microsoft pada bulan lalu, Windows masih digunakan pada 1,5 miliar komputer.


Malware di Dalam PC

Pendiri perusahaan raksasa Microsoft, Bill Gates (AFP PHOTO/JOEL SAGET)

Microsoft juga menemukan malware pada sebagian besar komputer.

Menurut Assistant General Counsel and Regional Director of Digital Crimes Unit Asia Microsoft di Singapura, Mary Jo Schrade, penjahat siber terus mengembangkan teknik untuk menjebol keamanan, dan menanamkan malware ke dalam software bajakan adalah salah satu taktiknya

"Taktik ini membuat mereka bisa meretas banyak PC dan mengakses informasi untuk dicuri dengan mudah," ujar Jo Schrade.

Ketika vendor menjual software berisi malware di dalam PC, katanya, mereka tidak hanya memicu penyebaran malware.

"Para vendor sekaligus juga menempatkan informasi pribadi konsumen dan identitas digital mereka dalam jangkauan penjahat siber," tuturnya.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya