Legenda Hwang-ok, Putri India yang Jadi Ratu Korea Selatan

Sebagian warga Korea Selatan meyakini bahwa salah satu leluhur mereka berasal jauh dari India, meski belum bisa dibuktikan secara sahih.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 05 Nov 2018, 20:10 WIB
Ibu negara Korea Selatan Kim Jung-sook bersama Presiden Moon Jae-in melambaikan tangan dari atas pesawat kepresidenan (AP/Hwang Kwang Mo)

Liputan6.com, Ayodhya - Siapa sangka jika Korea Selatan memiiki tarikan akar budaya jauh hingga ke India. Fakta ini kembali mengemuka ketika Ibu Negara Kim Jung-Sook, mengunjungi negara bagian Uttar Pradesh, di mana dia mengunjungi kota kuno Ayodhya.

Kota suci itu paling dikenal sebagai tempat kelahiran Dewa Hindu Ram, juga memiliki arti penting bagi sebagian orang Korea Selatan. Banyak yang percaya, rakyat Negeri Ginseng dapat dapat melacak riwayat leluhur jauhnya.

Dikutip dari BBC pada Senin (5/11/2018), keyakinan tersebut berasal dari beberapa cerita sejarah Korea tentang kisah seorang putri India bernama Suriratna, yang menikah dengan raja Korea Selatan dan memulai dinasti silang budaya sejak itu.

Menurut legenda, Putri Suriratna, juga dikenal sebagai Heo Hwang-ok, pergi ke Korea pada tahun 48 Masehi, sekitar 2000 tahun yang lalu, dan memulai Dinasti Karak dengan menikahi seorang raja setempat.

Beberapa teks berbahasa China mengklaim bahwa Raja Ayodhya pernah bermimpi, di mana Tuhan memerintahkannya untuk mengirim sang putri yang berusia 16 tahun, ke Korea Selatan untuk menikahi Raja Kim Suro.

Sebuah buku populer Korea Selatan yang terdiri dari dongeng dan cerita sejarah, Samguk Yusa (Memorabilia dari Tiga Kerajaan), menyebutkan bahwa Ratu Hwang-ok adalah putri kerajaan "Ayuta".

Pasangan kerajaan itu dikisahkan hidup makmur. Mereka memiliki 10 putra dan keduanya hidup di atas 150 tahun.

Seorang antropolog Korea Selatan, Kim Byung-mo, mengkonfirmasi keyakinan umum bahwa Ayuta sebenarnya adalah Ayodhya, karena kedua nama itu secara fonetis mirip.

Tetapi tidak ada bukti yang jelas untuk menunjukkan bahwa sang putri bahkan benar-benar ada.

"Cerita asalnya dianggap sebagai mitos dan tidak dianggap sejarah oleh para akademisi," kata David Cann dari BBC Biro Korea.

"Ada beberapa roman fiksi dari cerita tersebut, sehingga ada banyak ruang untuk imajinasi," lanjutnya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Sejarah yang Buram

Ilustrasi Korea Selatan (iStock)

Kim adalah nama umum di Korea, dan Raja Kim Suro dianggap sebagai ayah dari klan Kim yang berbasis di wilayah Gimhae.

"Sementara secara tradisional anak-anak di Korea mengambil nama keluarga ayah mereka, ratu dikatakan telah sedih bahwa anak-anaknya tidak dapat menanggung nama belakangnya (yang berasal dari Ayodhya)," kata Byun-mo.

"Legenda mengatakan bahwa karena hal tersebut, Raja Suro mengizinkan dua putra mereka untuk mengambil nama istrinya (Heo), yang digunakan hingga saat ini," lanjutnya.

Dewasa ini, sejarawan mengatakan, keturunan dari pasangan beda budaya itu berjumlah lebih dari enam juta jiwa, yang kira-kira sekitar 10 persen dari populasi Korea Selatan.

Orang-orang dari Dinasti Karak juga memelihara bebatuan, yang dikatakan telah digunakan oleh sang putri selama pelayaran lautnya ke Korea, untuk menjaga perahunya tetap stabil.

Ada juga beberapa orang yang berspekulasi bahwa sang putri sebenarnya berasal dari Thailand, karena Ayuta sebenarnya adalah Kerajaan Ayutthaya Thailand.

Cerita di internet mengatakan bahwa beberapa orang dari wilayah Gimhae menyebut legenda ini "seperti lelucon keluarga", terutama jika mereka memiliki kulit yang lebih gelap, menghubungkannya dengan "leluhur mereka yang mungkin berasal dari India".

"Beberapa percaya bahwa meskipun mungkin benar bahwa dia (Putri Suriratna) berasal dari 'negara di selatan lautan', ceritanya berubah-ubah ketika ajaran Buddha mulai mengakar di Korea," pungkas Byun-mo.


Hubungan di Era Modern

Seorang gadis mengibarkan bendera India saat para siswa melakukan tarian selama perayaan Hari Kemerdekaan India, di Jammu, India, (15/8). India merdeka dari kolonialis Inggris pada tahun 1947. (AP Photo / Channi Anand)

Sebuah perjanjian ditandatangani untuk mengembangkan Ayodhya dan Gimhae sebagai kota kembar pada tahun 2000.

Kemudian pada tahun 2001, lebih dari 100 sejarawan dan perwakilan pemerintah terkait, termasuk duta besar Korea Utara untuk India, menggelar peringatan Ratu Hwang-ok di tepi barat Sungai Saryu di Ayodhya.

Setiap tahun, orang-orang yang mengaku berasal dari garis keturunan sang ratu, datang ke Ayodhya untuk "menyerahkan upeti" di tanah kelahirannya.

Pada tahun 2016, sebuah delegasi Korea mengirim proposal ke pemerintah negara bagian Uttar Pradesh untuk mengembangkan lebih lanjut tugu peringatan tersebut.

Sementara itu, sebagai bagian dari kunjungannya dari tanggal 4 hingga 7 November, Ibu Negara Kim Jung-Sook akan menghadiri upacara untuk menandai dimulainya pembaruan monumen, yang merupakan proyek bersama antara Korea Selatan dan India.

Profesor Kim Do-young, seorang ahli studi Korea yang berbasis di Delhi, mengatakan bahwa sejarah bersama ini mulai dikenal di India, "setelah hubungan diplomatik dan ekonomi" antara kedua negara berkembang.

Kisah Ratu Hwang-ok telah dan dapat menjadi "landasan untuk membangun hubungan yang lebih baik" antara Korea Selatan dan India, lanjut Profesor Kim.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya