Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Pangan dan Pertanian Khudori menilai langkah impor jagung sebesar 50.000-100.000 ton yang dilakukan pemerintah merupakan satu hal yang baik dalam rangka mengontrol harga pakan ternak.
Namun begitu, ia mendesak upaya itu harus segera dilakukan sebelum memasuki masa panen dan menyebabkan produksi jagung dalam negeri jadi melimpah.
Khudori mengaku memahami maksud impor jagung sebagai usaha untuk mengakomodasi kebutuhan peternak, khususnya peternak kecil. Sebab, banyak peternak yang mengaku sulit mendapatkan stok jagung. Jika pun ada, lanjutnya, maka secara harga juga tinggi.
Baca Juga
Advertisement
"Harga jagung impor pasti lebih murah. Jika jagung impor bisa didatangkan segera, dalam konteks kebutuhan peternak, ya kita perlu," ucap dia kepada Liputan6.com, Rabu (7/11/2018).
Namun demikian, dia menyayangkan inisiatif impor jagung oleh pemerintah yang dirasanya sedikit telat. "Itu bagus, tapi terus terang rada telat. Impor butuh waktu normal itu antara 2-3 bulan," jelasnya.
Sebab, ia melanjutkan, peternak jagung lokal pun dalam waktu dekat ini akan merayakan masa panen. "Sekitar akhir November ini mungkin bakal ada panen. Kalau itu benar, jadi enggak terlalu penting impor. Kecuali impor besok datang, itu bagus. Kalau benar akhir bulan dan akhir tahun kita panen dan itu cukup, impor bakal mubazir," dia menegaskan.
Lebih lanjut, Khudori juga turut menyoroti persoalan data produksi jagung dalam negeri yang terbilang masih ambigu. Dia menyarankan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk segera merilis data valid terbaru soal jagung.
"Yang kita tunggu follow up BPS soal data ini. Basic data sih, itu yang jadi persoalan. Soalnya ini masih basis data pakai metode lama," imbuh dia.
Mentan Sebut Impor Jagung untuk Cadangan Bulog
Menteri Pertanian Amran Sulaiman buka suara soal ramainya pemberitaan mengenai impor jagung yang dilakukan pemerintah. Dia kembali menekankan, impor jagung sebesar 50 ribu ton ini diinisiasi sebagai stok cadangan yang akan dipegang Perum Bulog.
Dia pun membuat perhitungan, terkait Indonesia yang dulunya bertindak sebagai importir, dan kini sudah bisa mengekspor jagung untuk pakan ternak 370 ribu ton.
"Kata kunci kalau soal jagung, kami sudah stop impor 3,6 juta (ton). Kita sudah ekspor 370 ribu (ton). Berarti kurang lebih kan 4 juta ton. Bulog mau melakukan itu kan untuk cadangan," jelas dia di kantornya, Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Pernyataan terkait RI yang dulu sempat impor jagung 3,6 juta ton berulang kali pernah dilontarkan oleh beberapa pihak, termasuk Presiden Joko Widodo pada tahun lalu.
Selain itu, ia juga mengabarkan, angka ekspor jagung pemerintah saat ini telah bertambah menjadi 380 ribu ton. "Kita dulu impor 3,6 juta dengan nilai Rp 10 triliun. Sekarang kita ekspor, minggu lalu 370 ribu ton sekarang 380 ribu ton. Hebat kan, dari impor menjadi ekspor," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia turut menyoroti anomali, dimana penyerapan jagung impor itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang tidak mendatangkan gandum untuk pakan ternak, tapi malah petani kecil yang berteriak.
"Jatahnya kita keluarkan 200 ribu ton. Akhirnya petani kecil berteriak. Yang perusahaan besar kan diam," keluhnya.
"Poin penting adalah kita stop impor 3,6 juta dengan nilai Rp 10 triliun, dan ekspor 380 ribu ton. Ini baru mau impor 50 ribu oleh Bulog, itu pun pemerintah, bukan dilepaskan. Kalau nanti harga turun tidak mungkin dikeluarkan, enggak boleh. Sebagai alat kontrol saja. Cantik kan," dia menambahkan.
Saat ditanya, kenapa Bulog tidak mengambil jatah produk jagung dari dalam negeri saja untuk kebutuhan 50 ribu ton itu, ia menyerahkan wewenang tersebut kepada Perum Bulog.
"Kecil sekali memang (impor jagung 50 ribu ton), saya sih berharap begitu. Terserah. Bulog boleh juga. Tapi intinya jangan sampai petani kecil berteriak. Datanya sudah saya cek," pungkas dia.
Advertisement