Menko Darmin Ungkap Penyebab Rupiah Menguat Sentuh 14.675 per Dolar AS

Rupiah bergerak di posisi 14.675 per Dolar AS, menguat tipis dibanding pembukaan perdagangan pagi di 14.782 per Dolar AS, mengutip Bloomberg.

oleh Merdeka.com diperbarui 07 Nov 2018, 17:14 WIB
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution saat menjadi pembicara dalam acara Bincang Ekonomi di Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta, Kamis (2/3). (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta Setelah sempat melemah hingga menyentuh level 15.200 per Dolar AS, kini nilai tukar rupiah mulai menguat. Saat ini, rupiah bergerak di posisi 14.675 per Dolar AS, menguat tipis dibanding pembukaan perdagangan pada pagi ini di 14.782 per Dolar AS, mengutip Bloomberg.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, penguatan mata uang Garuda didorong pasar yang mulai melihat rupiah under value atau murah di bawah harga wajar. Hal ini membuat pasar tertarik mengoleksi rupiah dan menanamkan investasinya.

"Salah satu penyebabnya itu, market akhirnya melihat bahwa rupiah kita itu sudah under value, dan memang ada yang namanya investment bank yang mengatakan itu sehingga market sebagian sebelum ini dia mulai masuk, sehingga modal asingnya ada yang mulai masuk," ujar Darmin di Kantornya, Jakarta, Kamis (7/11/2018).

Namun dia tak bisa memastikan kondisi ini akan berlangsung sementara atau jangka panjang. Sebab gonjang-ganjing ekonomi global masih terus berlangsung seperti perang dagang dan normalisasi kebijakan Amerika Serikat.

"Rupiahnya mulai menguat tapi ya kalau ditanya apakah ini sementara atau seterusnya ya tergantung, karena Amerika Serikat pun masih akan menaikkan tingkat bunga dan sebagainya. Kita belum bisa bilang tapi bahwa terlihat sekarang bahwa market itu menganggap rupiah itu sudah terlalu murah, sehingga dia masuk, beli, sehingga rupiahnya menguat," jelasnya.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, pemerintah akan terus menjaga momentum penguatan rupiah. Salah satunya menjalankan kebijakan yang telah ada dan mengkaji kebijakan baru.

"Apakah itu seterusnya, tergantung nih proses dunia ini belum berhenti. Artinya ini masih bisa berkembang kalau kemudian perang dagang nanti entah bagaimana, tingkat bunga di Amerika nanti gimana. Untuk menjaga momentum tersebut, kita bisa menjalankan kebijakan kita lebih baik sama membuat kebijakan baru," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com


Pemerintah Diminta Jaga Momentum Penguatan Rupiah

Pekerja bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 13.509 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.515 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati memprediksi, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) tetap berada sesuai dengan asumsi pemerintah di level 15.000 hingga akhir tahun.

Itu mengingat masih ada sentimen eksternal atau global yang akan membayangi mata uang Garuda ke depan.

"Dilihat secara historis itu kan kemarin memang rupiah ini fluktuatif dan sesuai informasi bloomberg rupiah masuk dalam enam mata uang yang rentan.Yang perlu diantisipasi jangan membuat kebijakan ekonomi apapun yang mempunyai dampak terhadap sentimen negatif ke pasar," tutur dia di Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Ketidakpastian adalah salah satu indikasi yang tidak disukai investor asing. Ia pun menyarankan agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang menciptakan kepastian bagi para investor.

"Jadi jangan buat kebijakan blunder lagi seperti pengumuman harga kenaikan BBM kemarin itu, dinaikkan kemudian diturunkan, itu menjadi sentimen negatif bagi pasar. Dan sentimen pertumbuhan ekonomi yang terjaga," jelas dia.

Dia pun berharap, pemerintah dapat menjaga momentum stabilnya nilai tukar dalam rentang yang terukur. Hal ini menghindari mata uang Garuda terperosok dalam nominal yang cukup dalam.

"Yang dijadikan acuan bukan di level berapa rupiah tapi bagaimana pemerintah menjaga fluktuasi rupiah tidak terlalu jauh dari asumsi yang ditetapkan. Asal besok ini tidak sampai 15.600," ungkapnya.

"Karena tantangan diakhir tahun dari sisi domestik kita mengalami tekanan terhadap kewajiban luar negeri, baik itu bunga dan cicilan utang maupun kebutuhan untuk repatriasi devisa. Dan rencana bank sentral AS The Fed yang akan naikan suku bunga acuan pada akhir tahun," tandas dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya