Diduga Jadi yang Tertua di Dunia, Lukisan Figuratif di Gua Kalimantan Mendunia

Studi baru menyebut sebuah lukisan sapi liar, tertanggal sekitar 40.000 tahun, yang ditemukan di sebuah gua di Kalimantan Timur, Indonesia, jadi yang tertua di dunia. Benarkah?

oleh Afra Augesti diperbarui 08 Nov 2018, 18:00 WIB
Binatang seperti sapi ini adalah karya seni figuratif tertua yang diketahui di dunia. Setidaknya berusia 40.000 tahun. (Kredit: Luc-Henri Fage)

Liputan6.com, Samarinda - Sebuah lukisan misterius yang diklaim berusia 40.000 tahun, berupa binatang buas seperti sapi liar, ditemukan di sebuah gua di Kalimantan. Ini disebut sebagai gambar binatang tertua yang pernah tercatat dalam sejarah, berdasarkan studi baru.

Penemuan itu menunjukkan bahwa seni gua figuratif--salah satu inovasi paling signifikan dalam budaya manusia--tidak dimulai di Eropa, tetapi di Asia Tenggara selama Zaman Es terakhir, kata para periset.

Menggambar binatang diduga menjadi pintu gerbang untuk mengilustrasikan aspek-aspek lain dari pengalaman manusia, termasuk berburu dan menari.

"Awalnya, manusia membuat lukisan figuratif dari hewan besar dan mereka kemudian mulai menggambarkan dunia mereka sendiri," kata peneliti utama lukisan di gua Kalimantan itu, Maxime Aubert, seorang arkeolog dan geokimiawan di Griffith University, Queensland, Australia, sebagaimana dikutip dari Live Science, Kamis (8/11/2018).

Dilaporkan bahwa karya seni kuno tersebut berada di dinding gua batu kapur, yang letaknya terpencil, di pegunungan terjal di Kalimantan Timur, Indonesia. Ialah gua Lubang Jeriji Saleh di Kalimantan Timur.

"Para peneliti telah mengetahui tentang lukisan buatan manusia ini sejak tahun 1994, ketika gambar itu pertama kali ditemukan oleh penjelajah Prancis, Luc-Henri Fage. Tetapi mereka tidak tahu persis waktu penggarapannya," ucap Aubert yang juga bekerja di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Indonesia (ARKENAS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ilmuwan lalu mengumpulkan sampel kalsium-karbonat dari lukisan-lukisan di gua Kalimantan itu, sehingga mereka bisa mengetahui penanggalan berdasarkan seri-uranium --teknik yang dilakukan dengan menggunakan peluruhan radioaktif.

"Ketika air hujan merembes melalui batu kapur, zat tersebut melarutkan sejumlah kecil uranium," Aubert mengatakan pada Live Science.

"Saat uranium (unsur radioaktif) meluruh, ia berubah menjadi elemen thorium. Dengan mempelajari rasio uranium hingga thorium dalam kalsium karbonat (batu kapur) yang melapisi seni gua, kami bisa menentukan berapa lama lapisan awal lukisan itu muncul," paparnya lagi.

Lukisan itu tampak memudar dan retak, dengan latar belakang dinding berwarna oranye kemerahan dan menggambarkan hewan yang gemuk, tetapi berkaki ramping. Kemungkinan, kata periset, binatang tersebut adalah spesies sapi liar yang pernah hidup di Kalimantan.

Seni figuratif tertua ini diduga berusia setidaknya 40.000 tahun. Dengan demikian, angka tersebut mampu mengalahkan lukisan satwa tertua di dunia: babi rusa berusia 35.400 tahun yang ditemukan di Sulawesi, Indonesia.

Lukisan gua berusia 40 ribu tahun ditemukan di Indonesia (Kinez Riza)

Di antara lukisan hewan-hewan itu, terselip pula stensil tangan.

Karya ini dibuat dengan menyemprotkan cat oker (bahan pewarna dinding yang dibuat dari barang tambang, mengandung sisa besi, dicampur dengan tanah liat dan pasir, warnanya berkisar antara kuning, jingga, dan coklat) dari mulut manusia purba ke atas tangan yang ditempelkan ke dinding gua.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 


Karya Seni Selama Berabad-abad

Sejumlah arkeolog menunjukkan beberapa lokasi ditemukannya lukisan gua yang ada di Maros, Sulsel, saat konferensi pers di Gedung Pusat Arkeologi Nasional, (9/10/2014). Diperkirakan lukisan tersebut berusia 40 ribu tahun. (Liputan6.com/Faizal Fanani

Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Aubert menunjukkan bahwa karya seni kuno yang ditemukan di Kalimantan Timur, dibuat selama tiga periode yang berbeda.

Fase pertama, yang berusia antara 52.000 dan 40.000 tahun, teriri dari stensil tangan dan hewan yang dilukis menggunakan cat oker berwarna oranye--kebanyakan banteng (Bos javanicus) dan binatang misterius sejenis sapi liar.

Fase kedua terjadi selama Zaman Es terakhir, yakni sekitar 20.000 tahun lalu, yang menyebabkan gaya baru seni cadas--berfokus pada dunia manusia.

Para seniman, dalam fase ini, menyukai warna gelap--seperti ungu murbei--untuk membuat stensil tangan, gambar abstrak dan figur mirip manusia yang memakai hiasan kepala dan terlibat dalam berbagai kegiatan, seperti berburu atau menari untuk ritual.

"Kami tidak tahu apakah (jenis-jenis seni gua yang berbeda) ini berasal dari dua kelompok manusia yang berbeda, atau apakah itu mewakili evolusi budaya tertentu," kata Aubert. "Kami sedang merencanakan penggalian arkeologi di gua itu untuk menemukan informasi lebih lanjut, tentang para seniman yang tidak diketahui ini."

Sementara itu, fase terakhir lebih condong ke figur manusia, perahu dan desain geometris yang kebanyakan digambar dengan pigmen hitam. Jenis seni ini ditemukan di tempat lain di Indonesia dan mungkin berasal dari petani Zaman Neolitik yang berpindah-pindah, sekitar 4.000 tahun yang lalu.

Selama Zaman Es terakhir, Kalimantan yang dulu dikenal sebagai Borneo (pulau terbesar ketiga di Bumi) berada di tepi paling timur Eurasia.

Ada kemungkinan bahwa seni cadas menyebar dari Eurasia ke Sulawesi, tempat gambar babirusa berada, sebelum menyebar lebih jauh ke tempat-tempat seperti Australia.

"Temuan baru tersebut menunjukkan bukti lebih lanjut, bahwa seni paling tua hanya berupa gambar hewan besar yang dicat dengan gaya naturalistik, dengan penekanan pada otot dan bentuk tubuh binatang itu," tutur Susan O'Connor, seorang profesor arkeologi di College of Asia & Pacific di Australian National University, yang tidak terlibat dengan penelitian.

"Lokasi lukisan-lukisan kuno fauna dan stensil tangan ini mungkin menandai perjalanan manusia modern pertama, saat mereka bergerak melalui daratan Asia dan keluar ke pulau-pulau yang masuk dalam kawasan Wallacea, terbaring di antara daratan dan benua kontinental (Australia dan Papua Nugini), imbuh O'Connor.

"Mereka (manusia purba) mungkin telah menggunakan seni untuk menandai dan 'memanusiakan' bentang alam yang baru mereka 'kenal' dan asing ini."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya