Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator bidang Perekonomian (Kemenko Bidang Perekonomian) menargetkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai e-commerce atau RPP Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE) rampung pada November 2018.
Sebelumnya, aturan ini direncanakan selesai sebelum akhir tahun 2018. "Mestinya di November ini sudah bisa keluar," ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin di Kantornya, Jakarta, Kamis (8/11/2018).
Pada rapat koordinasi yang digelar tiga bulan lalu, setidaknya ada tiga isu yang ditunda menjadi fokus bahasan pemerintah. Pertama, mengenai pengumpulan data e-commerce.
Baca Juga
Advertisement
Kedua, tentang pemberdayaan pelaku usaha lokal. Lalu yang ketiga adalah definisi barang dan jasa digital. RPP e-commerce ini mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan mempertimbangkan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
RPP ini juga merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap e-commerce) tahun 2017-2019.
Rudy mengatakan, RPP yang akan terbit sebagian besar akan mengakomodir aturan yang telah ada sebelumnya. Namun, ada beberapa penambahan seperti pemakaian domain .id oleh pelaku e-commerce, meski begitu hal ini tidak bersifat wajib.
"Draf RPP-nya sama Percis. Dengan konsumen, enggak ada perubahan. Sama kayak yang terakhir. (Domain .id) tidak diwajibkan permintaannya. Tapi diutamakan. Kata-katanya diganti diutamakan," ujar dia
Rudy menambahkan, usai RPP ini disahkan, Kementerian Koordinator bidang Perekonomian masih akan terus mematangkan aturan turunannya. "Ada beberapa PR dari kementerian untuk menyelesaikan aturan turunannya, kayak tadi itu. Kayak aturan perlindungan data, aturan perpajakan,” ujar Rudy.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Pemerintah Terus Matangkan Aturan E-Commerce
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus berupaya merampungkan aturan pajak bisnis digital agar negara mendapat imbas hasil dari perkembangan pesat sektor e-commerce di Indonesia.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, mengemukakan pemerintah akan turut mengatur pelaporan pajak bagi sektor e-commerce.
"Jadi memang sekarang lagi kita siapkan juga regulasinya. Kan sebetulnya platform domestik yang untuk e-commerce itu kan sebenarnya sumber data," ungkap dia di Menara Kadin, Jakarta, Selasa 30 Oktober 2018.
Sumber data memiliki potensi pendapatan negara yang terbilang besar, lantaran adanya penjual yang memasang barang dagangannya serta lalu lintas pembeli melalui platfrom tersebut.
"Itu sebetulnya ada sumber data yang potensial. Tentunya kita harapkan, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu, DJP, bisa memanfaatkan sumber data ini untuk memperbaiki monitoring dalam upaya untuk meningkatkan compliance," urainya.
"Jadi nanti kita akan atur, tata cara mungkin pelaporannya seperti apa, termasuk form-nya seperti apa," dia menambahkan.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015 lalu, sektor ekonomi digital terhitung mampu berkontribusi sebesar 7,2 persen terhadap total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan nilai Rp 225 triliun, tumbuh 10 persen setiap tahunnya.
Rofyanto melanjutkan, pengenaan pajak e-commerce ini merupakan inisiatif mandiri Pemerintah RI, bukan arahan dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
"Enggak, ini kan dalam negeri. Kita enggak kait-kaitkan dengan WTO. Kalau WTO itu kan kalau misalkan kita akan mengatur transaksi dengan yang dari luar, itu akan terkait dengan masalah bea masuk dan sebagainya," tuturnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement