Liputan6.com, Yogyakarta Ratusan mahasiswa dan alumni UGM memukul kentongan beramai-ramai di depan kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM sebagai aksi protes terhadap kasus pemerkosaan yang menimpa salah satu mahasiswi UGM.
Tidak hanya itu, mereka juga menandatangani petisi yang berisi sembilan tuntutan untuk UGM, antara lain, memberikan pernyatan publik yang mengakui tindak pelecehan dan kekerasan seksual dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran berat dan mengeluarkan civitas akademik UGM yang menjadi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual.
Aksi yang diberi nama Gerakan Kita Agni atau UGM Darurat Kekerasan Seksual itu menjadi momentum awal untuk meminta ketegasan UGM dalam menuntaskan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan universitas. Agni diambil dari nama samaran penyintas yang berani mengungkapkan kasus yang dialaminya saat mengikuti KKN di Pulau Seram Maluku.
Kasus pemerkosaan itu mencuat setelah Balairung Press mengeluarkan laporan investigasi dari penyintas yang menceritakan kejadian yang dialaminya saat KKN. Agni merupakan mahasiswi Fisipol UGM dan terduga pelaku berasal dari Fakultas Teknik.
Baca Juga
Advertisement
"Gerakan Kita Agni atau UGM Darurat Kekerasan Seksual ini menjadi bentuk dukungan kami kepada penyintas yang berani berdiri sendiri menghadapi kasusnya," ujar Natasya, koordinator aksi, Kamis (8/11/2018).
Ia mengungkapkan sebenarnya banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan UGM, tetapi hanya sedikit korban yang berani bersuara. Menurutnya, Agni sudah menunjukkan dan memberikan pembelajaran kepada penyintas lainnya untuk berani memperjuangkan haknya.
"Gerakan ini jadi langkah awal untuk menyelesaikan kasus-kasus serupa lainnya," ucapnya.
Natasya juga bercerita Agni sempat terpukul dengan pemberitaan di media massa yang menuliskan inisial asli Agni sebagai penyintas pemerkosaan saat KKN.
Simak video pilihan berikut :
Tim Investigasi
Dekan Fisipol UGM Erwan Agung Purwanto juga mengikuti aksi yang digelar mahasiswa itu. Ia mengapresiasi langkah mahasiswa dan alumni yang memberikan dukungan untuk menuntaskan kasus ini.
Ia mengatakan sejak akhir 2017, Fisipol UGM sudah mengirimkan surat kepada rektorat untuk mengambil tindakan tegas dalam kasus ini.
"Kami juga merekomendasikan pembentukan tim investigasi untuk mengumpulkan data dan fakta seputar kasus ini," tutur Erwan.
Rektor sudah membentuk tim investigasi yang terdiri dari perwakilan fakultas teknik, fisipol, dan fakultas psikologi. Rumusan draf langkah-langkah penuntasan kasus juga sudah dibuat.
Erwan menyebutkan Fisipol UGM mengusulkan untuk menjelaskan kronologis, menyelesaikan masalah yang dimulai dari pengumpulan data dan fakta, serta memutuskan berdasarkan rekomendasi.
Advertisement
Penyintas Didampingi Rifka Anissa
Rifka Annisa ketika menyelesaikan kasus kekerasan seksual selalu mengedepankan jaminan keadilan bagi perempuan korban kekerasan, terutama penyelesaian secara hukum.
"Dalam kasus ini Rifka Annisa telah menyampaikan informasi tentang hak-hak korban kepada penyintas dan mendiskusikan alternatif penyelesaian melalui jalur hukum, namun dalam kasus-kasus kekerasan seksual tertentu, proses hukum memiliki kendala-kendala khususnya dalam menjamin terpenuhinya hak-hak dan keadilan korban," ujar Suharti.
Ia telah berkoordinasi dengan tim Fisipol UGM untuk mencari solusi terbaik kasus tersebut. Rifka Annisa juga mendorong kampus menyusun sistem atau mekanisme penyelesaian kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus yang berbasis pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban supaya kasus-kasus seperti ini tidak terjadi lagi.
"Untuk itu, kami mendorong semua pihak untuk melakukan langkah-langkah konkret agar segelra mengesahkanRUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ucapnya.