Jaksa Tolak Permohonan Justice Collaborator Zumi Zola

Jaksa menilai mantan aktor tersebut tidak memenuhi kriteria justice collaborator.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Nov 2018, 16:25 WIB
Gubernur nonaktif Jambi, Zumi Zola memberi keterangan pada sidang lanjutan dugaan suap dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/10). Sidang mendengar keterangan terdakwa, Zumi Zola. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jambi nonaktif Jambi Zumi Zola dituntut 8 tahun penjara atas dugaan penerimaan gratifikasi dan pemberian suap. Jaksa juga menolak permohonan Zumi Zola sebagai justice collaborator alias peniup peluit.

Jaksa menilai mantan aktor tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai peniup peluit. Sementara atas dua tindak pidana tersebut, yakni menerima gratifikasi dan memberi suap kepada DPRD Provinsi Jambi, Zumi dianggap paling bertanggung jawab.

"Sehubungan dengan permohonan justice collaborator pada 25 Oktober tidak dapat dikabulkan. Terdakwa pihak yang paling bertanggung jawab atas perkara tersebut, baik penerima gratifikasi maupun pemberi suap APBD 2017/2018. Keterangan terdakwa belum signifikan dan belum menentukan membongkar adanya tindak pidana lain," ucap jaksa saat membacakan surat tuntutan Zumi Zola di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/11/2018).

Zumi disebut menerima gratifikasi sejak dia dilantik sebagai Gubernur Jambi, Februari 2016 hingga November 2017 dengan total Rp 37.477.000.000, USD 183.300, SGD 100.000, 1 unit Toyota Alphard.

Sementara pemberian suap kepada DPRD Provinsi Jambi oleh Zumi Zola melalui orang terdekatnya, yakni Apif Firmansyah dan Asrul Pandapotan Sihotang, bernilai total Rp 16 miliar. Dengan rincian untuk suap pertanggungjawaban pembahasan APBD 2017 suap diberikan sebesar Rp 12.940.000.000, sementara uang suap untuk pengesahan APBD 2018 sebesar Rp 3.400.000.000.

Selain dituntut pidana penjara selama 8 tahun denda Rp 1 miliar. Dari tuntutan jaksa penuntut umum melampirkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

Adapun hal yang memberatkan atas tuntutan tersebut dikarenakan perbuatan Zumi Zola tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Selain itu, sebagai sosok publik ia dianggap telah mencederai kepercayaan masyarakat.

"Hal-hal yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatannya, terdakwa bersikap kooperatif dan berterus terang, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa juga bersikap sopan selama persidangan," ujar dia.


Cabut Hak Politik

Selain itu, Zumi Zola dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik berupa dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun usai ia menjalani pidana pokok.

Terhadap gratifikasi, ia dituntut telah melanggar Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sementara pemberian suap, ia dianggap melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya