Liputan6.com, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyoroti definisi kampanye yang sangat sempit, sehingga banyak kesempatan untuk melakukan politik iklan tanpa terkena aturan kampanye di lembaga penyiaran.
"Ini juga kegelisahan KPI, dengan definisi kampanye tersebut," ujar Komisioner KPI Dewi Setyarini dalam sebuah diskusi di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Jumat (9/11/2018).
Advertisement
Ia mengatakan, dengan definisi kampanye yang memuat citra, berupa nama dan nomor urut yang harus ada bersamaan, maka terbuka bagi peserta Pemilu untuk melakukan iklan politik di media penyiaran tidak pada waktunya.
"Contohnya, dengan membuat iklan-iklan politik di lembaga penyiaran tanpa perlu mencantumkan salah satunya, menayangkan mars partai politik dan sebagainya," ucap Dewi.
KPI sendiri, menurut Dewi, sejak 2017 telah menerbitkan surat edaran larangan iklan politik di lembaga penyiaran. Namun demikian, kata dia, surat edaran KPI nomor 225/K/KPI/31.2/04/2017 tersebut digugat dan kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"KPI telah melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) dan kasusnya masih berlangsung," kata Dewi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
UU Pemilu
Sementara itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu telah diatur terkait dengan kampanye di media massa. Dalam UU tersebut, kampanye di media massa dilakukan mulai 21 hari sebelum masa tenang, yaitu 24 Maret-13 April 2019.
Dewi menegaskan, pihaknya dalam melakukan pengawasan kampanye di lembaga penyiaran tergabung dalam gugus tugas gabungan dengan KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers.
Advertisement