Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan alasan di balik penggunaan air rebusan pembalut untuk diminum oleh remaja yang marak akhir-akhir ini. Salah satunya adalah keterbatasan ekonomi.
"Hasil penelusuran KPAI mendapatkan bahwa awalnya, dorongan ekonomilah yang membuat mereka melakukan percobaan ini," ujar Komisioner Bidang Kesehatan dan NAPZA KPAI Sitti Hikmawatty dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com. Ditulis Jumat (9/11/2018).
Advertisement
Menurut Sitti, dengan berbekal informasi dari internet, mereka bisa membuat beberapa varian baru air rebusan pembalut dan racikan coba-coba. Padahal, tingkat risiko atau bahaya meningkat ketika mereka hanya terkonsentrasi di satu zat tertentu dalam sebuah bahan.
"Namun zat lainnya cenderung diabaikan sehingga reaksi sampingan yang terjadi bisa berakibat fatal," tulis Sitti.
Akibat kecanduan dan dorongan ekonomi, Sitti mengungkapkan bahwa para remaja ini berupaya mencari tahu dengan bantuan informasi internet. Mereka meracik sendiri ramuan-ramuan yang diharapkan mampu memberi hasil sepeti kebutuhan mereka.
Simak juga video menarik berikut ini:
Bukan kasus baru
Pihak KPAI sendiri sebenarnya sudah menemukan tren teler dengan air rebusan pembalut di tahun 2017.
"Sesuai data yang masuk di KPAI, kasus ini bukanlah kasus baru," ungkap Sitti.
KPAI berharap agar keluarga dan lingkungan tempat tinggal anak menjadi garda terdepan dalam pencegahan kasus semacam ini terulang. Deteksi dini atas perubahan tidak wajar pada anak-anak perlu diwaspadai orangtua.
Mengutip News Liputan6.com, gel pada pembalut wanita diduga kuat mengandung klorin yang jika dikonsumsi berbahaya bagi kesehatan, serta bisa mengakibatkan gatal pada kulit, sesak napas, sakit tenggorokan, iritasi mata, dan kerusakan hati.
Badan Narkotika Nasional (BNN) sendiri masih mengkaji lebih dalam tentang hal ini. Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari mengatakan, para penggunanya mengaku ada kandungan bahan-bahan psikoaktif di dalamnya.
Hal tersebut masih diselidiki oleh BNN. "Mungkin sebagai pengawet atau bahan yang lain. Tapi ini masih perlu pendalaman dan pemeriksaan laboratorium," tutur Arman.
Advertisement