Ekonom Ini Ungkap Penyebab Ekonomi RI Sulit Tembus 7 Persen

BPS merilis data bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2018 sebesar 5,17 persen.

oleh Merdeka.com diperbarui 09 Nov 2018, 20:14 WIB
Suasana pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 tersebut lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode sama dalam tiga tahun terakhir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli memaparkan alasan ekonomi Indonesia sulit tembus 7 persen. Dia mengatakan kebijakan ekonomi pemerintah saat ini ketat.

"Kebijakannya ini base on osterity, pengetatan. Budget dipotong terus. Diuber pajak tapi cara ubernya tidak canggih, akibatnya ekonomi yang ada melambat," katanya pada Jumat (9/11/2018).

Penasihat ekonomi pasangan calon Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Sandiaga Uno ini mencontohkan negara Eropa yang bisa membuat stimulus supaya ekonomi tidak anjlok. Sementara kebijakan yang diterapkan pemerintah saat ini belum pas.

"Negara lain kalau ekonomi melambat misal Eropa, dia ciptakan stimulus supaya ekonominya pulih lebih cepat. Stimulus seperti apa? macam-macam seperti kemudahan apa," ujar Rizal.

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2018 sebesar 5,17 persen. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya 5,06 persen.

"Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuartal III 2017 sebesar 5,06 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto.

Suhariyanto menjelaskan meski lebih tinggi jika dibandingkan periode sama 2017, angka ini lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 yang tercatat 5,27 persen.

"Kita masih punya satu triwulan lagi hingga akhir tahun. Kalau itu bagus kami harap pertumbuhan ekonomi secara tahunan bagus," tandasnya.

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pertumbuhan Ekonomi Minimal 5,1 Persen hingga Akhir 2018

Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (28/4). Pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut Darmin Nasution, masih kecil lantaran belum ada orientasi ekspor dari industri dalam negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengaku pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,17 persen pada kuartal III 2018 dianggap masih positif.

Meski pertumbuhan ekonomi ini melambat jika dibandingkan kuartal II yang saat itu 5,27 persen. Jokowi menuturkan, saat ini tengah terjadi berbagai sentimen global antara lain perang dagang dan kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS).

Tidak banyak negara yang tetap menjaga momentum positif di tengah berbagai gejolak tersebut. "Ya pertumbuhan ekonomi di kuartal sebelumnya kita 5,27 persen kemudian kuartal ini 5,17 persen, alhamdulilah. Menurut saya masih sangat baik dibandingkan negara lain," kata Jokowi di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (6/11/2018). 

Dia mengaku, momentum positif ini akan terus berlanjut hingga akhir tahun. Di saat yang bersamaan dirinya akan terus melakukan reformasi birokrasi dan menjaga inflasi.

Hal yang menjadi optimisme Jokowi tersebut, salah satunya dilihat dari angka konsumsi masyarakat yang masih di atas 5 persen.

"Kita lihat tren konsumsi masyarakat masih di atas 5 persen itu baik menurut saya. Kita harapkan kita bisa mempertahankan kenaikan dan ya kita bandingin dengan situasi global ekonomi menurun, perang dagang masih ramai, saya kira pertumbuhan ekonomi di 5,17 masih baik," ujarnya.

Lalu, ketika ditanya berapa angka targetnya hingga akhir 2018 nanti, Jokowi pun menjawab, "Minimal 5,1 persen," ujar dia.

Seperti diketahui, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 ditetapkan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya