Defisit Transaksi Berjalan Melebar, Ini Kata Sri Mulyani

Defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik.

oleh Merdeka.com diperbarui 09 Nov 2018, 20:24 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi paparan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat terkait penyampaian kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan dalam RAPBN 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat suara terkait defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal III 2018 yang tercatat sebesar USD 8,8 miliar atau 3,37 persen terhadap PDB. Menurutnya, hal ini terjadi karena kebutuhan ekonomi yang meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

"(CAD makin melebar?) Ya, makanya kita juga akan terus lihat. Kan kebutuhan ekonominya ternyata juga sangat meningkat," ujar Sri Mulyani di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (9/11/2018).

Sri Mulyani mengatakan, di satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia memang terjaga di atas 5 persen. Namun hal ini ternyata diikuti oleh impor yang juga meningkat. Kondisi tersebut pun tak luput dari perhatian pemerintah.

"Di satu sisi kita senang bahwa pertumbuhan ekonomi kita tinggi tapi konsekuensinya kan permintaan terhadap barang-barang impor juga meningkat. Saya slalu sampaikan bahwa kita harus terus menerus melakukan review dan fleksibilitas saja terhadap apa yang kita lihat," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut juga menambahkan, dalam kondisi normal apabila dana masuk atau capital inflow berjalan normal, transaksi berjalan pasti tidak terganggu.

"Dalam suasana normal kalau capital flow-nya sudah muncul lagi sebetulnya itu tidak ada masalah. Karena kita tetap akan tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi terlalu besar," jelasnya.

Ke depan, pemerintah akan mencari upaya keseimbangan antara defisit transaksi berjalan dan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga akan melakukan kajian atau review setiap bulan untuk melihat tingkat kebutuhan Indonesia terhadap barang impor.

"Jadi dalam hal ini kita mencari keseimbangan yang hati-hati dan oleh karena itu tiap bulan kita harus melakukan review saja terhadap statistiknya. Mempelari berbagai permintaan barang yang diimpor itu, baik migas maupun non migas," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com


Defisit Transaksi Berjalan 3,37 Persen dari PDB

Pekerja bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 13.509 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.515 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik. Defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2018 tercatat sebesar USD 8,8 miliar atau 3,37 persen dari  PDB. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan defisit kuartal sebelumnya sebesar USD 8 miliar atau 3,02 persen dari PDB.

Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan hingga kuartal III 2018 tercatat 2,86 persen PDB sehingga masih berada dalam batas aman.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman menjelaskan, peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa. 

Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas, sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik.

"Peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia," jelas dia dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (9/11/2018). 

Defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.

Meski demikian, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya