Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun 1 persen pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Penyebab penurunan harga minyak ini adalah meningkatnya pasokan global dan kekhawatiran perlambatan permintaan.
Mengutip Reuters, Sabtu (10/11/2018), harga minyak berjangka Brent turun 47 sen atau 0,7 persen untuk menetap di USD 70,18 per barel. Dalam sesi perdagangan harga Brent turun di bawah USD 70 per barel untuk pertama kalinya sejak April.
Harga minyak mentah Brent ini turun 20 persen dari harga tertinggi yang dicapai pada Oktober kemarin.
Baca Juga
Advertisement
Jika dihitung secara mingguan harga minyak Brent telah merosot 3,6 persen. Sedangkan jika dihitung secara kuartalan, penurunannya mencapai 15 persen.
Untuk harga minyak mentah AS juga jatuh untuk 10 hari berturut-turut. menurut data Refinitiv, kejatuhan beruntun ini terpanjang sejak Juli 1984.
Harga minyak berjangka West Texas Intermediate AS turun 48 sen atau 0,8 persen untuk menetap di USD 60,19 per barel. Dalam perdagangan di sesi ini, harga minyak sempat menyentuh USD 59,26 per barel yang merupakan harga terendah dalam delapan bulan.
Jika dihitung dari awal Oktober, harga minyak AS ini turun lebih dari 22 persen. Penurunan ini menempatkan minyak mentah AS di wilayah bearish jika menggunakan definisi pasar saham.
Perang dagang AS dengan China menjadi salah satu penyebab pelemahan harga minyak. Beberapa industri pengguna utama minyak bisa tertekan jika perang dagang ini terus berlarut-larut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pasokan Bertambah
Data di China menunjukkan bahwa inflasi pada Oktober telah turun dan ini merupakan penurunan bulanan keempat yang telah dibukukan. Permintaan domestik yang melemah dan aktivitas manufaktur yang menurun menjadi penyebabnya.
Harga minyak sempat mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada bulan lalu. Hal tersebut terjadi karena adanya sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS) kepada Iran terkait dugaan penggunaan senjata nuklir.
Pada Oktober kemarin, pelaku pasar sedikit was-was pasokan dunia bakal menurun karena adanya sanksi tersebut. Tetapi ternyata produsen besar lainnya mampu mengkompensasi pengurangan pasokan dari sanksi tersebut.
Amerika Serikat, Rusia, dan Arab Saudi memompa produksi mendekati rekor produksi tertinggi. Produksi dari tiga negara tersebut mencapai lebih dari 33 juta barel per hari (bpd), sepertiga dari pasokan minyak di dunia.
Perusahaan energi AS menambahkan sumur pengeboran minyak untuk minggu keempat Oktober dalam lima tahun terakhir, sehingga jumlah total menjadi 886 sumur, tertinggi sejak Maret 2015.
"Ketika ekspor OPEC terus meningkat, persediaan terus menumpuk, hal tersebut membuat tekanan pada harga minyak," tulis Bernstein Energy dalam laporannya.
"Pelambatan dalam ekonomi global tetap menjadi risiko utama penurunan minyak." lanjut dia.
Advertisement