Liputan6.com, New York - Harga emas diperkirakan sulit reli pada pekan ini seiring harga minyak dunia cenderung tertekan. Pada pekan pertama November, harga emas cenderung melemah bahkan mendekati level terendah dalam empat minggu.
Harga emas berjangka untuk pengiriman Desember diperdagangkan di posisi USD 1.208,60 per ounce, atau turun dua persen dari minggu sebelumnya. Namun, harga minyak tertekan juga mendorong harga emas melemah.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) merosot hampir 22 persen dalam lima minggu terakhir. Harga minyak WTI merosot dari level tertinggi dalam empat tahun pada awal Oktober.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Riset Saxo Bank, Ole Hansen, menuturkan pihaknya tidak terkejut melihat emas berjuang seiring harga minyak yang tertekan. Hal itu menciptakan pesimisme di seluruh harga logam. Dia menambahkan, harga minyak tergelincir akan berdampak terhadap indeks komoditas sehingga menekan harga emas.
"Minyak bisa dibilang pemimpin dari sektor komoditas. Seperti yang terjadi di minyak mentah juga berdampak terhadap komoditas lainnya," ujar Analis Teknikal Kitco, Jim Wyckoff, seperti dikutip dari laman Kitco, Senin (12/11/2018).
Ia menuturkan, pihaknya belum siap untuk tren harga emas yang melemah. Pihaknya pun netral untuk prediksi harga emas ke depan. “Saya tidak bisa terang-terangan untuk melihat harga emas melemah. Saya tidak berpikir harga minyak melemah terus berlanjut. Karena saham juga tetap lemah dan akan mendukung harga emas,” ujar dia.
Sentimen The Fed Pengaruhi Harga Emas
Selain harga minyak, harapan terhadap kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) juga menjadi sentimen negatif harga emas. Adanya harapan kenaikan suku bunga bank sentral AS mendukung dolar AS mendekati level tertinggi dalam satu tahun.
Usai pertemuan pada Kamis pekan lalu, bank sentral AS mempertahankan suku bunga di kisaran dua persen dan 2,25 persen. Selain itu, bank sentral AS menegaskan kembali pandangan optimismenya terhadap ekonomi. Selain itu, aktivitas juga telah meningkat pada tingkat yang kuat.
“Komite mengharapkan bahwa peningkatan suku bunga secara bertahap dalam kisaran target bank sentral akan konsisten seiring kegiatan ekonomi yang ekspansif, kondisi pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi mendekati target. Risiko terhadap prospek ekonomi tampak kurang seimbang,” tulis pernyataan bank sentral.
Analis CMC, David Madden menuturkan, kebijakan moneter bank sentral AS lebih banyak berdampak ketimbang penurunan harga minyak.
“Ini bukan kebetulan emas turun tajam usai bank sentral AS menyatakan akan terus menaikkan suku bunga. Jika dolar AS menembus level tertinggi pada 2018, itu akan menendang emas dalam tren turun,” ujar Madden.
Analis DailyFX.COM, Christopher Vecchio, menuturkan harga emas dapat tertekan seiring dolar AS menguat. “Ini akan menjadi lingkungan yang sulit untuk emas karena suku bunga naik, suku bunga riil naik. Itu mendukung dolar AS. Saya pikir kita akan melihat harga emas lebih rendah,” ujar dia.
Meski sebagian analis menilai harga minyak lemah akan bebani harga emas, Madden melihat skenario harga emas juga dapat keuntungan. “Jika minyak mentah melemah mengancam harapan pertumbuhan global, investor dapat pindah ke emas sebagai safe haven,” ujar Madden.
Sejumlah analis menilai, harga emas menguji tingkat psikologis USD 1.220. Sedangkan analis lainnya juga melihat level harga USD 1.190.
“Jika USD 1.192 tidak memegang dukungan, sehingga kita harus menerima kalau kita akan melihat titik terendah baru di pasar,” ujar Hansen.
Di sisi lain pada pekan ini akan minim rilis data ekonomi. Diperkirakan investor akan terus mencerna keputusan kebijakan bank sentral AS. Namun, rilis data ekonomi yang akan keluar seperti data penjualan ritel pada Oktober, indeks harga konsumen, dan survei manufaktur regional.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement