Pidato Kebudayaan DKJ 2018, Alam Terancam hingga Terlilit Teknologi

Saras Dewi didaulat untuk menyampaikan pidatonya dalam Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ 2018.

oleh Putu Elmira diperbarui 12 Nov 2018, 21:30 WIB
Saras Dewi didaulat untuk menyampaikan pidatonya dalam Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ 2018. (dok. DKJ/Eva Tobing)

Liputan6.com, Jakarta - Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ kembali digelar tahun ini. Saras Dewi, dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI) didaulat sebagai penyaji pidato di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu, 10 November 2018.

Program dibuka dengan pertunjukan tari dari para Koreografer Jakarta Dance Meet Up (Densial Prismayanti Lebang, Ferry Alberto Lesan, Irfan Setiawan, Josh Marcy Putra Pattiwael, dan Siti Alisa Anjeliro Fariza). Menampilkan tari bertajuk Membatalkan Status Diam Dari Duduk, pertunjukan dengan 50 kursi sebagai metafor 50 tahun usia Pusat Kesenian Taman Ismail Marzukidan Dewan Kesenian Jakarta.

Irawan Karseno, selaku Ketua Dewan Kesenian Jakarta menyebut jika DKJ lahir dengan berbagai tujuan, termasuk cita-cita untuk mengawal kualitas kehidupan dan peradaban masyarakat Jakarta dan Indonesia. Yakni dengan menyuguhkan berbagai program kesenian atau kebudayaan.

"Program Pidato Kebudayaan, yang kemudian dimaknai sebagai Suara Jernih Dari Cikini, produk unggulan DKJ yang mengetengahkan berbagai persoalan kehidupan dengan harapan tidak saja mencerahkan, tetapi juga tawaran akan 'jalan keluar' bersama untuk membangun kehidupan yang lebih baik," jelas Irawan.

Sementara, Saras Dewi menyampaikan Pidato Kebudayaan yang mengusung tema sembahHYANG Bhuvana. Berisi buah pemikirannya mengenai alam, budaya, hingga gempuran teknologi yang begitu masif saat ini.

"Perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi bumi kita. Perubahan ekstrem ini diakibatkan peran manusia, meningkatnya produksi emisi yang terjadi dikarenakan tidak terkendalinya pembangunan. Dampaknya adalah pencemaran pada tanah, air dan udara dalam skala massal, hingga kepunahan spesies-spesies," kata Saras Dewi.

"Generasi saya hidup, terlilit teknologi digital, kami sulit memisahkan diri dari berkembangnya industri teknologi tersebut. Keseharian masyarakat didikte dengan pengakuan yang dangkal, makna diukur dari seberapa populer gambar disukai di laman media sosial," tambah Saras Dewi di Pidato Kebudayaan DKJ 2018.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya