UGM Bentuk Tim Etik Kasus Dugaan Pemerkosaan Mahasiswi

Bagi Panut, sanksi berupa penundaan wisuda bagi terduga pelaku pemerkosaan itu sudah cukup.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Nov 2018, 07:46 WIB
Sejumlah mahasiswa dan alumni UGM berunjuk rasa menuntut penuntasan kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa mahasiswi UGM saat KKN (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta - Pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) segera membentuk tim etik yang bertugas memberikan rekomendasi sanksi etik bagi terduga pelaku kasus pemerkosaan mahasiswa terhadap rekannya sendiri saat kuliah kerja nyata (KKN) di Maluku.

"Menindaklanjuti tim investigasi akan segera dibentuk tim etik. Targetnya secepat mungkin," kata Rektor UGM Panut Mulyono seusai menerima perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Gedung Pusat UGM, Yogyakarta, Senin (12/11/2018).

Menurut Panut, sebetulnya pimpinan UGM telah menjalankan rekomendasi tim investigasi kasus itu dengan menunda wisuda terduga pelaku yang merupakan salah satu mahasiswa dari Fakultas Teknik UGM selama satu semester sebagai sanksi etik.

Bagi Panut, sanksi berupa penundaan wisuda itu sudah cukup. Alasannya, sanksi tersebut telah melalui pertimbangan dari tim investigasi yang terdiri atas orang-orang pilihan dengan kredibilitas tinggi dan wawasan pendidikan yang bagus, sehingga mampu memandang peristiwa itu secara jernih.

Apabila tuntutan itu dirasa belum cukup oleh berbagai pihak, menurut Panut, tim etik yang nanti akan kembali melakukan pencermatan ulang terhadap berbagai temuan data di lapangan sehingga akan menghasilkan rekomendasi yang diharapkan bisa diterima semua pihak.

"Saya selalu berpikir hukuman harus setimpal dengan kesalahannya. Jangan sampai kita menzalimi orang yang kesalahannya begini tetapi dihukum lebih dari yang seharusnya. Sama sekali tidak ada pikiran untuk melindungi pelaku," ujar dia seperti dikutip Antara.

Namun demikian, pembentukan tim etik tersebut masih akan didiskusikan karena saat ini UGM telah memiliki Dewan Kehormatan. "Apakah kita perlu membentuk baru di luar itu atau meminta Dewan Kehormatan saja yang menangani kasus ini, nanti akan didiskusikan," kata dia.

Terkait tuntutan sejumlah pihak untuk menjatuhkan sanksi mengeluarkan atau drop out (DO) bagi terduga pelaku, menurut dia, UGM hingga saat ini belum ada rekomendasi itu dari tim investigasi.

"Sebagai individu atau rektor kalau kemudian memutuskan DO karena tuntutan penyintas atau dari publik saja, kan tidak fair, sehingga harus melalui proses agar semuanya memenuhi rasa keadilan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Fokus pada Korban

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM Paripurna mengatakan apabila ada pihak yang ingin menempuh kasus itu ke jalur hukum pihaknya mempersilakan.

"UGM sebagai lembaga pendidikan yang harus diselesaikan adalah ranah etik. UGM menyadari bahwa UGM tidak bisa menghalangi siapa pun untuk mengadukan ini. Akan tetapi kalau kami dimintai pertimbangan-pertimbangan kami menghaturkan bahwa konsentrasi terbesar kami adalah pada korban," kata dia.

Sedangkan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo mendorong kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa mahasisiswi UGM saat KKN 2017 di Maluku, diselesaikan secara hukum.

"Kami mendorong agar persoalan semacam ini diselesaikan secara hukum supaya menjadi pembelajaran dan juga menjaga muruah Universitas Gadjah Mada sebagai perguruan tinggi," kata Hasto, seusai bertemu dengan pihak Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM.

Hasto mengatakan, kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa salah satu mahasiswi UGM tersebut bukan perkara delik aduan. Dengan demikian kepolisian tidak perlu menunggu laporan untuk menindaklanjuti kasus pidana tersebut.

"Karena bukan delik aduan tidak harus lapor. Bisa juga dengan pengaduan. Aduan bisa dilakukan fakultas," kata dia pula.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya