Merumahkan Suku Anak Dalam dan Kacamata Kuda Pemerintah

Kebijakan pemerintah yang ingin merumahkan suku anak dalam (SAD) dianggap keputusan yang terlalu memaksa.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Nov 2018, 14:01 WIB
Saat masih menjabat sebagai Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa beberapa kali berkunjung ke Jambi untuk bertemu dengan warga Suku Anak Dalam atau Orang Rimba Jambi. (Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Kebijakan pemerintah yang ingin merumahkan suku anak dalam (SAD) dianggap keputusan yang terlalu memaksa. Hal tersebut setidaknya diungkapkan akademisi Universitas Padjadjaran (Unpad) Miranda Risang Ayu.

Miranda bahkan mengatakan, kebijakan tersebut tidak memberikan solusi untuk kesejahteraan orang-orang suku anak dalam.

"Kebijakan merumahkan orang rimba justru akan menimbulkan problem tersendiri, karena orang rimba merupakan komunitas yang memiliki kearifan lokal dan tidak bisa menerima menetap di luar kawasan hutan dengan cara dibuatkan rumah permanen," ungkap Miranda seperti dikutip laman Antara, Selasa (13/11/2018).

"Ini justru jadi problem, komunitas orang rimba yang punya hak ulayat sendiri, punya hukum tradisional, punya kearifan lokal sendiri dan itu satu kesatuan yang sebetulnya mereka pertahankan," katanya menambahkan.

Menurut Miranda yang juga spesialis Hak Kekayaan Intelektual, Hak Budaya, dan Teori Hukum itu sebaiknya pemerintah membuat kebijakan yang empatis dan sepaham dengan apa yang orang rimba butuhkan saat ini.

"Bukan kebijakan yang memaksa mereka supaya bisa masuk ke dalam apa yang baik menurut kita namun idealnya orang rimba harus difasilitasi untuk tetap tinggal di wilayah hutan sambil menyejahterakan dengan kekayaan sumber daya alam sektor kehutanan," katanya.

Mereka orang rimba punya "lokal visdom" yang luar biasa dengan hutan, mereka bisa mengerti dengan kebijakan hutan, karena mereka hidup dan makan di hutan.

Hal senada juga dikatakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi Dr Helmi, selama ini pemerintah terlalu memaksa orang rimba untuk meninggalkan kearifan lokal dengan membuat program perumahan di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Sarolangun.

"Terlalu memaksa supaya meninggalkan kearifan lokal, ini perbedaan dan paradigma yang mendasar dan karena memang mereka tidak akan bisa meninggalkan kearifan lokal itu dan mereka pun mapan hidup di dalam rimba," kata Helmi.

Meskipun telah dibuatkan rumah oleh pemerintah, namun saat ini banyak dari suku anak dalam yang memilih hidup secara nomaden dan tinggal di kawasan hutan dan bahkan ada juga yang sampai ke kota.

Sementara itu, jumlah sensus terbaru orang rimba tercatat sebanyak 5.235 jiwa yang tersebar di sejumlah kabupaten di Provinsi Jambi.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya