Liputan6.com, Pekanbaru - Maut menjadi salah satu rahasia Illahi yang tak diketahui kapan datangnya. Hal inilah yang dialami Erlin Sihite saat mengantarkan anaknya, William Malaeki Hutahean, ke sekolah di SDN 141, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukitraya, Kota Pekanbaru.
Seperti biasa, warga Jalan Pinang, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar itu, berangkat dari rumah sekitar pukul 06.30 WIB, dan sampai ke sekolah pukul 07.00 WIB.
Advertisement
Sebelum anaknya turun, Erlin memarkirkan motornya di tembok sekolah. Erlin turun terlebih dahulu sebelum anaknya. Belum sempat sang anak mencium tangannya, tembok berukuran dua meter roboh.
"Saya dan anak saya langsung terimpit, dua orang lain juga yang berada di dekat tembok," ungkap Erlin saat dimintai keterangannya kepada polisi terkait insiden tembok maut itu.
Erlin berteriak minta tolong. Lalu-lintas yang tengah padat di jalan itu berhenti seketika. Warga berkerumun menolong Erlin beserta korban lainnya yang masih terimpit.
Namun, nasib malang menimpa anaknya, William. Tubuh bocah berusia 7 tahun yang merupakan murid kelas I di SDN 141 itu tak kuat menahan beratnya material tembok dari batu bata bercampur semen. Erlin tak kuasa menahan tangis, meski akhirnya William berhasil dikeluarkan.
Meski sempat dilarikan ke Rumah Sakit Syafira Kota Pekanbaru, nyawa anak Erlin tidak tertolong. Petugas medis sudah berusaha maksimal memberi bantuan pernapasan serta tindakan penyelamatan lainnya.
"Anak saya tidak ada lagi," ujar Erlin yang tak kuasa menahan air matanya.
Korban lainnya, Rahma menjelaskan kejadian pukul 07.00 WIB itu berlangsung cepat. Beruntung dalam kejadian ini, anaknya tidak menjadi korban karena sudah lebih dulu masuk ke sekolah.
Namun akibat kejadian ini, Rahma mengalami luka bengkak di kening dan kakinya yang sempat terimpit material tembok Sekolah. Hanya saja, sepeda motornya hancur.
"Saat itu saya memutar motor untuk pulang, temboknya langsung runtuh. Anak saya tidak apa-apa karena sudah masuk sekolah," sebut Rahma.
Menurut Rahma, tembok sekolah itu sudah sepekan miring. Di sana, memang ada pemberitahuan agar warga yang melintas berhati-hati, tapi tidak terbaca karena ukurannya sangat kecil. "Ibu tidak baca tadi karena kecil," sebutnya.
Tanggapan Pihak Sekolah
Ketua Komite Sekolah Dasar 141 HM Rostami menyatakan turut berdukacita cita atas kejadian ini. Dia pun memastikan korban William merupakan murid di sekolahnya.
"Satu meninggal, murid kami. Namanya Wiliam Mikhaela Hutahean," kata Rostami, Rabu siang.
Tak hanya Wiliam, kejadian ini juga menyebabkan satu pelajar SMAN 14 Yanitra Octavizoli, meninggal dunia. Dia terkena reruntuhan ketika mengantarkan adiknya ke sekolah itu.
Hanya saja menurut Rostami, adik Yanitra bukan murid di sekolah itu. Pasalnya, di tembok sepanjang 60 meter itu ada tiga sekolah dasar, selain SDN 141.
"Yang dua orang itu dari sekolah lain, korban meninggal dunia mengantarkan adiknya," sebut Rostami.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement