Korupsi Pembangunan IPDN, Eks Pejabat Kemendagri Divonis 4 Tahun Bui

Dudy dianggap bersalah dan terbukti dalam korupsi pembangunan kampus IPDN dengan memperkaya diri sendiri dan korporasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Nov 2018, 15:42 WIB
Terdakwa suap pengadaan dan pelaksanaan pembangunan kampus IPDN Sumbar Kab Agam 2011, Dudy Jocom memegang tangan keluarganya usai sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/11). Dudy divonis 4 tahun penjara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset (AKPA) Dudy Jocom divonis 4 tahun penjara atas tindak pidana korupsi pembangunan kampus IPDN Bukittinggi, Kabupaten Agam tahun anggaran 2011. Dody juga dikenakan pidana denda Rp 100 juta.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Dudy Jocom 4 tahun, denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak membayar denda maka diganti pidana kurungan 1 bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Sunarso saat membacakan vonis Dudy di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (14/11/2018).

Dudy dianggap bersalah dan terbukti dalam korupsi pembangunan kampus IPDN dengan memperkaya diri sendiri dan korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 34.8 miliar.

Dari pasal alternatif yang didakwakan jaksa penuntut umum pada KPK, majelis hakim berpendapat Dudy telah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 18 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Dudy berupa pidana uang pengganti sebesar Rp 4.2 miliar sebagaimana jumlah uang yang diterima Dudy saat proyek tersebut berjalan.

"Pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 4.200.000.000 dalam waktu 1 bulan setelah berkekuatan hukum tetap apabila tidak membayar maka aset dan harta benda akan disita sampai mencukupi nilai yang telah ditentukan. Jika harta tidak cukup maka diganti pidana penjara 1 tahun," kata dia.

Dalam vonis tersebut majelis hakim membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

Hal yang memberatkan perbuatan Dudy tidak mendukung program pemerintah dalam memberantasan korupsi, tidak mengakui perbuatannya, tidak mengakui menerima fee dalam kasus korupsi pembangunan kampus IPDN.

Sementara hal meringankan, bersikap sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga.

Vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yang menuntutnya pidana penjara selama 8 tahun denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Kuasa Pengguna Anggaran

Mantan Kapusdatin Kemendagri, Dudy Jocom usai sidang putusan suap pengadaan dan pelaksanaan pembangunan kampus IPDN Sumbar Kab Agam 2011 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/11). Dudy divonis empat tahun penjara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam perkara ini, Dudy Jucom adalah Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen untuk TA 2011 untuk proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dengan pagu anggaran total Rp519,482 miliar, termasuk di dalamnya kampus IPDN Bukittinggi di kabupaten Agam sebesar Rp127,893 miliar.

Pada Juni 2011, setelah penetapan setelah penetapan hasil prakualifikasi tersebut. Dudy bertemu dengan SM Pemasaran Divisi Gedung PT Hutama Karya (Persero) Bambang Mustaqim dan disepakati bahwa yang akan mengerjakan proyek pembangunan kampus IPDN Bukit Tinggi Agam adalah PT Hutama Karya sehingga dokumen penawaran untuk peserta lelang lainnya dibuatkan oleh PT Hutama Karya.

Atas sepengetahuan Dudy, panitia pengadaan memanipulasi sistem Penilaian Evaluasi Administrasi dan teknis untuk memenangkan PT Hutama Karya dengan harga penawaran Rp125,686 miliar.

"Setelah penandatangan kontrak tersebut, terdakwa melakukan pertemuan dengan General Manager PT Hutama Karya Budi Rahmat Kurniawan di ruangan terdakwa. Terdakwa memperkenalkan Mulyawan kepada Budi Rahmat Kurniawan sambil meminta agar terkait 'commitment fee' proyek pembangunan gedung kampus IPDN Bukittinggi Agam diserahkan kepada Mulyawan dan disanggupi Budi," ungkap jaksa.

Uang diserahkan sebesar Rp500 juta di kantor Mulyawan untuk Dudy. Namun PT Hutama Karya mensubkontrakkan seluruh pekerjaan utamanya antara lain meliputi pekerjaan mekanikal elektrikal, struktur dan arsitektur kepada pihak lain yang seluruhnya bernilai sebesar Rp35,018 miliar tanpa persetujuan tertulis dari Dudy.

PT Hutama Karya juga melakukan subkontrak fiktif terhadap pekerjaan yang seolah-olah dikerjakan oleh CV Prima Karya, CV Restu Kreasi Mandiri dan PT Yulian Berkah Abadi yang seluruhnya bernilai sebesar Rp8,27 miliar.

Dudy juga tidak melakukan pemeriksaan dan penilaian hasil pekerjaan pembangunan gedung kampus IPDN Bukittinggi karena pekerjaan baru mencapai 32 persen namun seolah-olah telah selesai 100 persen sehingga Kemendagri membayarkan kepada PT Hutama Karya Rp110,832 miliar.

Atas perbuatannya, Dudy juga memperkaya orang lain yaitu Hendra sebesar Rp3 miliar, General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan sebesar Rp571 juta, Mohamad Rizal sebesar Rp500 juta, Bambang Mustaqim sebesar Rp500 juta, Sri Kandiyati sebesar Rp100 juta, PT Hutama Karya seluruhnya Rp22,085 miliar yang berasal dari pengalihan pekerjaan utama kepada pihak ketiga sebesar Rp13,810 miliar dan pencairan subkontrak fiktif sebesar Rp8,275 miliar sehingga menyebabkan kerugian negara Rp34,804 miliar.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya