HEADLINE: Bakal Terbang Lagi, Apa Saja Persiapan Merpati?

Merpati Airlines mendapat suntikan dana dari Intra Asia Corpora, mampukah perusahaan penerbangan tersebut terbang kembali?

oleh Arthur GideonPebrianto Eko WicaksonoSeptian DenyIlyas Istianur PradityaMaulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 15 Nov 2018, 00:00 WIB
Ilustrasi pesawat (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar gembira datang untuk PT Merpati Nusantara Airlines. Kabar pertama mengenai dari Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang memutuskan untuk menyetujui proposal perdamaian Merpati Airlines dengan para kreditur yang digelar di Pengadilan Negeri (PN), Surabaya, Jawa Timur. Dengan demikian, Merpati Airlines dinyatakan batal pailit.

"Informasi yang baru saya peroleh majelis hakim menyetujui rencana perdamaian. Intinya Merpati diputus tidak jadi pailit," kata Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Edi Winarto kepada Liputan6.com, pada Rabu 14 November 2018.

Sedangkan kabar gembira kedua adalah telah hadirnya investor yang bakal memberikan suntikan dana segar kepada perusahaan yang berdiri pada 6 September 1962 ini.

Presiden Direktur Merpati Nusantara Airlines Asep Ekanugraha menjelaskan, Merpati mendapat suntikan dana dari Intra Asia Corpora. Perusahan ini merupakan investor dalam negeri yang terafiliasi dengan Asuransi Intra Asia dan PT Cipendawa yang sempat terdaftar di Bursa dengan kode emiten CPDX.

Intra Asia Corpora siap menyuntikkan dana hingga Rp 6,4 triliun. Asep melanjutkan, kucuran dana tersebut akan menetes bertahap sesuai kebutuhan operasional dalam jangka dua tahun.

Dengan ada dana tersebut, Merpati Airlines setidaknya bisa kembali memiliki pesawat dan mulai mengurus izin rute terbang dan investasi operasional lainnya.

Menurut Asep, alasan Merpati masih ingin terbang di Indonesia karena pasar di Indonesia masih sangat terbuka. Selain adanya destinasi wisata baru, pembangunan infrastruktur bandara, menunjukkan kebutuhan penerbangan meningkat.

Untuk itu, jika seluruh proses kucuran dana dan perizinan telah selesai, Asep mentargetkan merebut pasar di 10 destinasi wisata baru. Destinasi tersebut yakni Danau Toba (Sumut), Belitung (Babel), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Mandalika Lombok (NTB), Pulau Komodo (NTT), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).

Asep menilai potensi pasar penerbangan Indonesia, tidak cukup dilayani Garuda yang main di kelas atas dan beberapa maskapai swasta. Kehadiran Merpati nantinya akan bisa mengisi slot rute penerbangan ini sehingga tidak hanya didominasi maskapai swasta.

"Potensi pasar yang kami incar sangat besar. Seperti pemerintah membangun bandara itu untuk siapa, jika BUMN sendiri juga tidak memanfaatkan fasilitas tersebut. Ini akan menjadi cekungan potensi investasi baru yang tentu menjadi harapan revenue bagi Merpati," pungkas Asep.

Ia melanjutkan, jika beroperasi nanti Merpati Airlines tak akan menggunakan pesawat buatan Boeing dan Airbus. "Pesawat yang kami gunakan adalah buatan Rusia dan bukan yang pernah kecelakaan di Gunung Salak," kata Asep.

Selain itu, Merpati juga tidak akan bermain di segmen maskapai penerbangan bertarif rendah (LCC) dan akan menyasar penerbangan ke wilayah Indonesia barat yang dinilai sangat potensial juga memungkinkan ke luar negeri.

"Kami sudah belajar dari kejatuhan perusahaan dan saatnya menatap ke depan yang lebih baik. Apalagi selain pemerintah dan investor swasta yang mendukung, sudah banyak perusahaan asuransi yang ikut mendorong beroperasinya MNA lagi," kata Asep.

 

Infografis Merpati Airlines Bisa Terbang Lagi. (Liputan6.com/Triyasni)

Jejak Bisnis Intra Asia Corpora

Intra Asia Corprora merupakan perusahaan investasi yang dipimpin Kim Johanes Mulia. Dikutip dari Bloomberg, Intra Asia melalui anak perusahaannya menawarkan jasa keuangan, perjalanan, kurir dan kargo serta penerbangan.

Sosok Kim Johanes bisa terbilang low-profile, hanya saja namanya sempat tersandung kasus ekspor fiktif dan kasus penerbitan surat utang Bank Artha Prima pada akhir tahun 90-an silam.

Kiprah Kim di dunia penerbangan tidaklah dimulai dari menyelamatkan Merpati. Kim dulu menjabat sebagai Direktur Utama PT Kartika Airlines yang juga anak usaha PT IAC.

Kartika sempat berniat membeli 30 pesawat Sukhoi SuperJet 100 (SSJ 100) yang saat itu bernilai USD 840 juta pada Juli 2010. Pembelian sempat hampir batal setelah jatuhnya pesawat Sukhoi SSJ 100 di Gunung Salak pada pada 9 Mei 2012.

Ketika itu, pihak Kartika sempat menegaskan pembelian tidak jadi batal, dan kemudian pembelian betul-betul batal karena masalah finansial. Kartika Airlines juga sebetulnya sudah berhenti operasi sejak Juni 2010.

Penandatanganan perjanjian antara Merpati dan IAC dilaksanakan pada 29 Agustus 2018 lalu, serta disaksikan salah satunya oleh Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Andi Saddawero.

Menurut PPA, modal sebesar Rp 6,4 triliun itu akan disetor dalam tempo dua tahun setelah seluruh persyaratan terpenuhi. Setelahnya, Merpati disebut perlu mengajukan izin usaha baru bila ingin kembali mengudara.

"Surat Izin Usaha Angkutan Udara (SIUAU) Merpati sudah mati, jadi harus ajukan baru," kata Kristi kepada Liputan6.com.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jalan Terjal Merpati untuk Terbang Lagi

Pesawat Merpati

Namun memang, untuk bisa membuat sayap Merpati kembali terbang tak cukup hanya dengan dua kabar gembira saja. Merpati masih perlu menghadapi beberapa rintangan seperti izin dari kreditor dan juga perizinan dari Kementerian Perhubungan.

Untuk diketahui, Merpati Airlines punya utang kepada kreditor sebanyak Rp 10,03 triliun yang terdiri dari kreditor separatis, konkuren, dan preferen.

kreditor separatis atau kreditor yang memegang jaminan mencatatkan piutang sebesar Rp 3,33 triliun dengan pemilik tagihan terbesar dari Kementerian Keuangan senilai Rp 2,1 triliun.

Sedangkan kreditur konkuren tanpa jaminan memiliki piutang sebesar Rp 5,62 triliun dan terakhir tagihan dari kreditor preferen senilai Rp 1,08 triliun yang berasal dari eks karyawan dan kantor pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, sebagai perwakilan salah satu kreditor menyatakan bahwa pemerintah siap mendukung jika Merpati ingin terbang, tapi dengan syarat harus memperoleh pemodal yang kredibel.

"Kalau seandainya mereka memiliki modalitas yang kredibel kita siap mendukung secara baik, karena buat pemerintah akhirnya. Juga perusahaan itu kalau pun sekarang bangkrut kita juga cuma mendapatkan sisa sisa dari pinjaman yang sudah disalurkan dan tidak bisa dikembalikan," ujar dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga akan melakukan due diligence atau uji kelayakan melalui PT PPA (Perusahaan Pengelola Aset) terhadap segala skenario yang akan ditawarkan Merpati. Hal ini untuk mencari jalan keluar terbaik terhadap nasib perusahaan.

"Jadi sekarang nilai ekonomis dan nilai finansial yang paling bagus dan juga nilai untuk bagaimana menciptakan nilai tambah tambah di dalam perekonomian yang kita harapkan. Dan oleh karena itu kita akan meng-encorage PT PPA untuk melakukan due diligence terhadap apapun skenario yang mereka tawarkan ke kita dan kita cari nanti yang terbaik," kata dia.

Senada, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Isa Rahmatarwata mengatakan, Kementerian Keuangan akan terus menagih rencana bisnis yang akan dijalankan oleh perusahaan ke depan.

"Seperti yang sudah disampaikan Bu Menteri, Kemenkeu itu concern dengan program kerja, bisnis plan yang kredibel. Itu penting banget. Persetujuan pengadilan untuk memberikan PKPU tidak kemudian berarti semuanya udah beres," ujar Isa.

Pemerintah sangat hati-hati memberikan persetujuan kepada Merpati Nusantara Airlines untuk terbang kembali. Untuk itu, pemerintah akan mengkaji sebaik-baiknya siapa saja investor yang menyatakan minat untuk memberikan pinjaman modal bagi Merpati ke depan.

"Kami harus ikuti dengan sebaik-baiknya, dengan termasuk mengultinise rencana bisnis yang ditawarkan nanti oleh calon investor. Itu tentu akan kita ikuti sebaik-baiknya. Yang penting, adalah bahwa dengan penetapan PKPU dengan pengadilan ini, artinya apa yang menjadi concern Kemenkeu itu bisa diterima oleh Merpati dan calon investornya," jelasnya.

Untuk perizinan, Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Maria Kristi Endah Murni mengatakan, Surat Izin Usaha Angkutan Udara (SIUAU) Merpati saat ini sudah tidak berlaku lagi.

Dasar hukum perusahaan untuk bisa menjadi maskapai penerbangan yang mengoperasikan pesawat tertuang dalam Permenhub No. 25/2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara.

Dalam aturan itu dikatakan bahwa jika pemegang izin usaha masih menjalankan kegiatan usaha angkutan udara secara nyata dan terus menerus mengoperasikan pesawat udara, kan dilakukan evaluasi setiap tiga tahun.

Selain itu, beberapa syarat yang harus dipenuhi Merpati dalam pengajuan izin baru ini adalah akta pendirian perusahaan, surat persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tanda bukti modal yang disetor, garansi/jaminan bank, hingga rencana bisnis selama kurun waktu 5 tahun.

Rencana bisnis tersebut harus memuat jenis dan jumlah pesawat yang akan dioperasikan. Dimana mengenai pesawat, syaratnya, angkutan udara niaga berjadwal harus memiliki minimal dua unit pesawat dimiliki dan tiga unit pesawat dikuasai dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha.

Kepala Bagian Kerjasama dan Humas Direktorat Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Sindu Rahayu melanjutkan, sesuai dengan aturan, perusahaan angkutan udara berjadwal disyaratkan harus memiliki dua unit pesawat udara yang dimiliki dan tiga unit pesawat udara dikuasai dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha.

Dengan demikian, Merpati harus mengoperasikan 5 pesawat di tahun pertamanya beroperasi.

Selain itu, Merpati juga harus memiliki rencana bisnis untuk kurun waktu lima tahun. Rencana bisnis tersebut sekurang kurangnya menggambarkan rencana pusat kegiatan operasi penerbangan, peta jaringan rute penerbangan.

Tidak hanya itu, rencana bisnis juga harus memuat rute, frekuensi, rotasi diagram penerbangan dan utilitas pesawat udara yang akan dilayani secara bertahap selama lima tahun.

Kemudian, rute penerbangan yang akan dilayani maksimal 55 persen untuk rute sangat padat dan rute padat. Serta minimal 45 persen untuk rute kurang padat dan rute tidak padat.

Masih Jadi BUMN?

Kementerian BUMN selaku salah satu pemegang saham PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) siap melepas sahamnya hingga 0 persen ke pihak swasta yang akan menjadi investor. Dengan kata lain, status Merpati nantinya bukan lagi sebagai BUMN.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menjelaskan, dengan kondisi yang ada saat ini, keputusan memberikan hak kepada investor Merpati jadi salah satu opsi terbaik.

"Ya kita siap sampai 0 persen. Prinsipnya yamg penting Merpati hidup lagi. Kalau dipailitkan berarti kan kewajiban dia bayar utang ke pemerintah, ke karyawan kan hilang begitu saja. Kalau jalan lagi, kewajiban mereka saat ini bisa dibayar, itu lebih baik," kata Aloy saat berbincang dengan Liputan6.com.

 


Persaingan Berat

Ilustrasi pesawat (iStock)

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengaku tidak yakin jika Merpati Nusantara Airlines bisa kembali beroperasi setelah "mati suri". Meskipun disebutkan sudah ada investor yang tertarik untuk membuat maskapai pelat merah tersebut kembali terbang.

Menurut dia, untuk bisa kembali membuat Merpati kembali beroperasi, dibutuhkan modal dan upaya yang sangat besar. Dari sisi permodalan misalnya, suntikan dana dari investor tidak hanya cukup Rp 6,4 triliun seperti yang disebutkan.

"Saya enggak yakin benar-benar ada investor yang mau masuk. Kalau dengan uang Rp 10 triliun masuk ke Merpati, itu saja baru melunasi utang. Belum nanti modal kerjanya lagi," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Alvin menyatakan, Merpati juga sudah tidak lagi memiliki keunggulan apa-apa untuk bisa bersaing di industri penerbangan yang semakin kompetitif.

"Merpati juga tidak punya keunggulan apa-apa. Nama sudah dilupakan, izin-izin juga sudah mati semua. Jadi, harus benar-benar mulai dari nol. Itu berat sekali," ungkap dia.

Jika memang ada investor yang benar-benar mau menyuntikkan modalnya ke Merpati, ucap dia, perlu juga dipertanyakan keseriusannya untuk kembali membuat maskapai tersebut beroperasi. Bisa saja investor tersebut hanya sekadar membeli aset-aset dan anak usaha Merpati yang masih ada.

"Kalau memang ada investor, apakah nanti untuk kembali menghidupkan Merpati untuk terbang lagi atau sekadar membeli asetnya yang masih ada, termasuk anak perusahaan Merpati, yaitu Merpati Maintenance Facility dan Merpati Training Center yang masih menghasilkan. Sebab, kalau dengan membuat maskapai dengan uang Rp 10 triliun itu bisa DP (down payment) cukup banyak armada, bisa dapat 10 pesawat," kata dia.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memandang rencana menghidupkan kembali maskapai penerbangan Merpati Nusantara Airlines kurang tepat. Alasannya, jika Merpati yang saat ini masih bernaung di bawah Kementerian Badan usaha Milik Negara (BUMN) ini akan menciptakan persaingan bagi maskapai BUMN lainnya.

Anggota Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir menjelaskan, kehadiran kembali Merpati di kancah aviasi akan menciptakan singan bagi Citilink, yang merupakan maskapai penerbangan murah atau Low Cost Carrier (LCC) anak usaha dari PT Garuda Indonesia.

Dia pun menyarankan agar pemerintah lebih membesarkan Citilink ketimbang membangunan kembali Merpati.

‎"Besarkan saja Citilink agar dapat menyaingi Lion Air. Jangan sampai malahan Merpati menjadi saingan Citilink," kata Inas, saat berbincang dengan Liputan6.com.

Selain itu, pemerintah juga perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan menghidupkan kembali Merpati sebab ‎ada potensi untuk mengulangi kerugian yang sama. Jika benar-benar hidup jangan sampai mengulangi kerugian," tuturnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya