Indef: Inflasi Terkendali Harusnya Diikuti Pertumbuhan Ekonomi

Wakil Direktur INDEF, Eko Listiyanto menilai, inflasi yang rendah di Indonesia juga seperti negara lain yang alami inflasi rendah.

oleh Merdeka.com diperbarui 15 Nov 2018, 15:20 WIB
Pedagang mengambil bumbu di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (3/4).Badan Pusat Statistik mencatat inflasi Bulan Maret 2018 sebesar 0,20 persen sehingga inflasi tahun kalender mencapai 0,99 persen (year to date). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK berupaya menjaga inflasi pada rentang 3,5 persen hingga akhir tahun 2018. Ini dilakukan dengan tujuan agar masyarakat tetap memiliki daya beli sehingga terjadi pertumbuhan.

Berdasarkan catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi pada Oktober 2018 sebesar 0,28 persen. Untuk inflasi tahun kalender yaitu Januari-Oktober 2018 mencapai 2,22 persen, sedangkan inflasi tahun kalender sebesar 3,16 persen.

Dengan demikian pemerintah optimistis inflasi akan terjaga di bawah 3,5 persen. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menilai, inflasi yang rendah tersebut bukan karena keberhasilan pemerintah lewat serangkaian kebijakan. Akan tetapi karena tren global yang memang sedang menurun.

"Artinya, memang dalam hal ini daya beli yang memang cenderung lebih rendah baik secara domestik maupun secara global," kata Eko dalam sebuah diskusi yang digelar di Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Eko mengatakan, kondisi tersebut diperkuat dengan inflasi yang dialami oleh sejumlah negara lain juga rendah. Misalnya saja pada China, inflasinya jauh lebih rendah di bawah Indonesia yakni di level 2,3 persen.

"Kalau mau diklaim berhasil mengendalikan inflasi, harusnya diikuti dengan pertumbuhan yang cukup tinggi. Tapi nyatanya, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tidak terjadi, yang terjadi justru stagnasi pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2018 yang dilaporkan BPS sebesar 5,17 persen. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan periode sama tahun lalu hanya 5,06 persen.

Namun, meski lebih tinggi jika dibandingkan periode sama 2017, angka ini lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 yang saat itu di level 5,27 persen.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Minggu Pertama November Inflasi 0,16 Persen

Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) pada minggu pertama November 2018, tercatat inflasi 0,16 persen secara month to month. Sementara secara year to date (ytd) tercatat 2,39 persen dan secara year on year sebesar 3,12 persen.

"Kalau terkait dengan inflasi berdasarkan survei pemantuan harga minggu pertama November ini inflasinya masih cukup rendah 0,16 persen. Itu berdasarkan survei pemantauan harga BI minggu satu November ini," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, saat ditemui di Kompleks Masjid BI, Jakarta, Jumat 9 November 2018.

Perry menyatakan, dengan angka tersebut menunjukan bahwa inflasi semakin terjaga rendah dan stabil. Sehingga inflasi pada akhir tahun diproyeksikan masih akan berada di bawah 3,5 persen.

"Dengan perkembangan inflasi yang rendah ini, kami perkirakan akhir tahun inflasi itu akan lebih rendah lagi dari perkiraan kami semula akhir tahun itu bisa 3,2 persen yoy," imbuhnya.

"Sehingga ini juga akan mendorong bahwa tekanan inflasi 2019 juga lebih rendah dari perkiraan kami sebelumnya. Tahun 2019 perkirakan 3,6 persen," sambungnya.

Adapun faktor penyumbang terjadinya inflasi pada minggu pertama November ini antara lain komoditas bawang merah, beras, bensin emas perhiasan. "Kalau deflasinya tercatat ayam ras, kemudian terkait juga sayur-sayuran," pungkasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya