Liputan6.com, Jakarta - Sektor minyak dan gas bumi (migas) terus menjadi menyumbang defisit neraca perdagangan Indonesia. Alasannya, impor minyak akan terus meningkat mengkuti pertumbuhan konsumsi.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, saat ini defisit neraca perdagangan dipicu oleh sektor migas. Kondisi tersebut akan terus terjadi, bahkan angkanya akan terus bertambah.
"Defisit nerca perdagangan paling besar dari migas terjadi, saat ini saya yakin bukan saat ini tahun depan-tahun depan lagi defisit bertambah terus," kata Amien, dalam Seminar Berburu Lapangan Migas Baru di Indonesia, di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Amien, sektor migas terus menjadi penyumbang defisit neraca perdagangan karena produksi minyak dalam negeri terus menurun sedangkan konsumsi BBM akan terus naik untuk memenuhi kebutuhan impor minyak terus dilakukan.
"Bisa enggak mengurangi konsumsi BBM? tidak bisa, tahun depan akan naik, produksi turun," tuturnya.
Saat ini kondisi produksi minyak tidak ada tanda-tanda kenaikan produksi, bahkan akan terus turun pada level 500 ribu barel per hari. Selain itu, produksi gas dari dalam negeri juga bernasib serupa.
"Produksi menurun terus dan tidak ada tanda-tanda meningkat, ini prediksi saaat ini. Jadi prediksi produksi minyak akan turun terus diperkirakan 500 ribu barel, gas akan turun terus pada 2038," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Migas Penyebab Impor Indonesia Naik 20,60 Persen di Oktober
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Oktober 2018 sebesar USD 17,62 miliar. Angka ini naik tajam sebesar 20,60 persen jika dibandingkan dengan September 2018.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan impor ini salah satunya dipengaruhi oleh kenaikan impor migas sebesar USD 2,91 miliar atau naik 26,97 persen dibanding bulan sebelumnya.
"Jadi kalau kita lihat, impor kita pada Oktober ini naik 20,60 persen dibanding September 2018. Yang membuat impor tumbuh tinggi adalah karena impor migas kita itu naik dari USD 2,29 miliar jadi USD 2,91 miliar atau naik 26,97 persen," ujarnya di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Suhariyanto mengatakan, impor migas naik disebabkan oleh nilai impor minyak mentah yang mengalami kenaikan sebesar 20,72 persen. Tidak hanya itu, nilai impor hasil minyak juga naik 30,46 persen dan gas naik 18,2 persen.
"Yang membuat impor migas kita naik, nilai minyak mentah naik 20,72 persen, nilai hasil minyak naik 30,46 perse, gas naik 18,2 persen. Jadi itu terjadi karena peningkatan impor minyak mentah, hasil minyak maupun gas," jelasnya.
Di sisi lain impor nonmigas Indonesia juga mengalami kenaikan 19,42 persen. Apabila dibandingkan dengan Oktober 2017, impor nonmigas Indonesia mengalami kenaikan sebesar 23,66 persen.
"Kalau kita lihat trennya, November akan naik sedikit dan Desember akan melandai. Tentu kita berharap kedepan impor ini bisa lebih dikendalikan," jelasnya.
Advertisement