Ahmadiyah Ternyata Miliki Komunitas Donor Mata Terbesar di Indonesia

Menurut Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana, sudah sejak lama pihaknya memiliki Komunitas Donor Mata.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 15 Nov 2018, 18:15 WIB
(Foto: www.mountainviewoptometry.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ahmadiyah rupanya mempunyai Komunitas Donor Mata. Mungkin akan terasa asing karena selama ini yang banyak terdengar adalah aksi Ahmadiyah di bidang donor darah.

Menurut juru bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana, sudah sejak lama pihaknya memiliki Komunitas Donor Mata.

"Kami organisasi terbesar untuk donor mata. Sampai saat ini, yang sudah mendaftarkan mendonorkan matanya 6.400-an," ujar Yendra saat berbincang dengan Liputan6.com di Gedung KLY Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Dia menjelaskan, data 6.400 itu adalah untuk 2017 dan hingga kini sudah 15 ribu orang yang siap untuk mendonorkan matanya. Meski begitu, Yendra mengaku menemui masalah.

"Permasalahannya sekarang adalah kesiapan dari Bank Mata, bukan di kaminya," ucap Yendra.

Bank Mata, menurut dia, sebagai lembaga resmi untuk pendonoran mata, belum siap untuk menampung dan mengerjakan donor mata sebanyak itu. Padahal, Ahmadiyah sudah menyiapkan para pendonor mata.

"Permasalahannya itu adalah harus diregister, sehingga harus punya kartu, bukan cuma di internal kami datanya. Nah, ini Bank Mata yang tidak siap," papar dia.

Permasalahan selanjutnya, belum adanya izin atau fatwa resmi terkait boleh tidaknya donor mata dilakukan. Ia mengakui jika ini adalah permasalahan yang sensitif.

"Jadi perlu ada legitimasi dari faktor keagamaan terlebih dahulu. Kalau fatwanya MUI ada akan bagus mungkin. Kalau MUI keluarin fatwa yang seperti itu (boleh mendonorkan mata), bisa membantu manusia, itu luar biasa," kata Yendra.

 


Permasalahan Lain

Foto seorang ibu yang meneteskan air mata saat dibius ini membuat publik haru. Ia berusaha mendonorkan ginjalnya untuk sang anak.

Yendra kemudian mencontohkan saat terjadinya gempa di Palu-Donggala beberapa waktu lalu. Saat itu, menurut dia, sangat banyak yang memerlukan bantuan tidak hanya donor mata saja. Tapi, baik Ahmadiyah maupun Palang Merah Indonesia (PMI) takut untuk melakukan hal tersebut lantaran belum ada legitimasi resmi.

Yendra menjelaskan, donor mata dilakukan setelah orang yang ingin mendonorkan matanya meninggal dunia. Kemudian, kata dia, retina matanya diambil untuk didonorkan kepada orang lain.

"Kemarin ada fenomena waktu gempa di Palu ribuan orang butuh, bahkan bukan hanya donor mata, butuh donor organ juga, tapi pihak PMI kesulitan di pencabutannya. Kami mau melakukan itu, kami takut kan, itu permasalahan sensitif," tuturnya.

Dirinya meyakini belum adanya fatwa MUI ini dikarenakan memang banyak pendapat dari para ulama yang berbeda-beda soal boleh tidaknya melakukan donor mata. Namun ia menegaskan, Ahmadiyah sudah membolehkan melakukan donor mata.

"(Dasar kami) tafsir-tafsir, tapi secara logikanya bahwa hidup ini bukan milik kita, apalagi tubuh ini. Yang akan ketemu dengan sang pemilik bukan fisik, tapi ruh. Lalu fisik ini untuk apa? Toh ditinggal. Memberi bantuan untuk orang lain itu jauh lebih bermanfaat. Logikanya sih seperti itu," terang Yendra.

 


Kurang SDM

Saat sudah meninggal, masih ada organ tubuh yang bisa didonorkan pada orang lain, yakni kornea mata.

Selain permasalahan Bank Mata dan izin, Yendra menyebut jika Ahmadiyah memiliki masalah pada bagaimana cara pengambilan donor mata. Karena menurutnya, Bank Mata juga tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang cukup banyak.

"Masalah selanjutnya itu adalah untuk ngambilnya (donor mata), ngambilnya itu hanya di Jakarta, Cirebon, mungkin Bandung, yang deket-deket, di luar Jawa itu sulit. Itu jadi tantangannya," kata dia.

Oleh karena itu, Yendra ingin ada yang memfasilitasi kegiatan Ahmadiyah ini. Demi tetap bisa mengambil donor mata, kata dia, Ahmadiyah akhirnya membuat pelatihan sendiri.

"Kami ingin ada yang mampu memfasilitasi agar ada yang mengakselerasi semangat donor mata di kami. Orang udah ingin, tapi enggak bisa diambil. Sehingga akhirnya kami sendiri kemudian mencoba memberikan support dengan membuat pelatihan bikin SDM-nya sendiri, di-training oleh dokter-dokter mata, dibiayai oleh kami sendiri untuk mengambil itu (donor mata) membantu Bank Mata," terangnya.

Jadi, lanjut Yendra, karena minim bantuan, akhirnya Ahmadiyah memfasilitasi sendiri untuk supaya ada tenaga-tenaga ahli yang bisa mengambil donor mata. Padahal menurutnya, saat ini kebutuhan untuk donor mata sangat banyak.

"Sementara kebutuhan atas kornea mata itu 3 juta saat ini. 3 juta orang dan itu kebanyakan karena kasus katarak. Ini yang sebetulnya kita ingin, terus terang kita juga enggak mampu sendiri komunitas Ahmadiyah, harus dengan komunitas yang lain kampanye itu (donor mata)," ucap dia.

Meski mengaku sudah beberapa kali datang ke Kementerian Kesehatan, Yendra mengaku belum mendapat tanggapan. "Beberapa kali kita ke Kementerian Kesehatan agar bagaimana membantu Bank Mata ini agar kami ini bisa lebih dari ini," tutur dia.

Yendra berharap, selain Bank Mata yang memang resmi, Ahmadiyah juga bisa membantu donor mata.

"Cuma memang handycap-nya adalah masalah fatwa keagamaan, masih bahwa ini adalah haram. Kalau Bank Mata itu kan sudah resmi, pengasuhnya Prof Habibie. Nah hanya memang terus terang masih butuh profesionalisme, masih butuh support lebih di Bank Mata," pungkas Yendra.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya