Indonesia Harus Punya Pusat Riset dan Pengembangan Otomotif

Perkembangan mobil listrik di Indonesia masih akan terus berkembang dalam beberapa waktu ke depan.

oleh Arief Aszhari diperbarui 16 Nov 2018, 20:00 WIB
Teknisi merakit mobil MINI Countryman di pabrik perakitan Gaya Motor, Sunter, Jakarta, Kamis (6/9). New Mini Countryman rakitan Indonesia terdiri dari New Mini Cooper Countryman dan New Mini Cooper S Countryman Sports. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan mobil listrik di Indonesia masih akan terus berkembang dalam beberapa waktu ke depan. Untuk mendukung hal tersebut, sejumlah persiapan dilakukan pemerintah, baik secara regulasi atau riset dan pengembangan mobil rendah emisi ini di Tanah Air.

Dijelaskan Direktur Pusat Unggulan Iptek Sistem Kontrol Otomotif Institut Sepuluh Nopember (ITS), Muhammad Nur Yuniarto, sejatinya Peraturan Presiden (Perpres) terkait mobil listrik di Tanah Air harus bisa memajukan bangsa sendiri. Jadi, untuk pasar mobil listrik yang memang semua negara masih mengembangkan bersama-sama, Indonesia tidak hanya menjadi pasar seperti mobil konvensional.

"Sebenarnya, kami dari perguruan tinggi, cita-citanya research and development (RnD) harus dilakukan di Indonesia, dan tidak dilakukan di negara prinsipal. Terserah, Anda (pabrikan otomotif asing) punya pasar di sini, tapi tolong buat pusat RnD di Indonesia," jelas pria yang akrab disapa Nur saat berbincang dengan Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, pria yang sudah mengembangkan motor listrik Gesits dan juga mobil listrik reli dakar Blits, juga menyentil pabrikan yang mengklaim sudah memiliki pusat RnD di Indonesia. Sejatinya, tidak ada pengembangan mesin atau komponen utama yang dikembangkan di Tanah Air.

"Untuk semua, terutama komponen kunci. Jangan hanya spion atau bumper, tapi mesin tidak di Indonesia. Sumber daya manusia di Indonesia tidak akan pintar, selama RnD tidak di lakukan di sini," tegasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Selanjutnya

Sebelumnya, ia bersama timnya sempat dimintai untuk mengusulkan atau menyusun draft tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Untuk di Indonesia sendiri, TKDN yang berlaku hanya berdasarkan manufaktur.

"Tapi, seharusnya TKDN juga mengikutkan kemampuan intelektual bangsa kita. Jadi, bila direkayasa oleh orang Indonesia, dan dilakukan di Indonesia, TKDN-nya tinggi. Misalkan, Honda impor dari Cina, dan dirakit di Indonesia maka pabrik komponen nasional kembang kempis, dan yang bisa bertahan hanya pabrikan komponen yang memiliki link dengan pabrikan, dan ini tidak satu visi dengan kita, karena kita mau semua dilakukan di Indonesia," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya