Liputan6.com, Jakarta - PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) menahan pembayaran untuk pembelian 41,64 persen saham PT Freeport Indonesia, meski sudah memperoleh modal dari penerbitan global bond sebesar USD 4 miliar.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini Inalum telah memegang uang untuk membeli saham Freeport Indonesia agar genap dimiliki 51 persen, namun pembayaran belum dilakukan.
Baca Juga
Advertisement
Sebab perusahaan tersebut masih menunggu proses peralihan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diterbitkan pemerintah.
"Begitu ESDM siap mengeluarkan izin, uang sudah ada," kata Budi di sela diskusi di Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Menurut Budi, pembayaran saham harus berbarengan dengan penerbitan status IUPK, dia berharap Freeport Indonesia segera berdiskusi dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), agar segera menyelesaikan masalah yang mengganjal penerbitan status IUPK.
"Sama-samalah, seharusnya berbarengan. Freeport mesti diskusi dengan ESDM dan lingkungan untuk bisa menyelesaikan urusan antara mereka. Ntar kalau udah selesai kita bayar, uang sudah ada," tutur Budi.
Budi menegaskan, Inalum siap setiap waktu melunasi pembayaran 41,64 persen saham Freeport Indonesia senilai USD 3,85 miliar. Namun dia tidak bisa memastikan targetnya, karena masih menanti pemenuhan syarakat untuk mengubah status menjadi IUPK.
"Targetnya mesti tanya ke sana. Kalau kita Inalum, anytime siap," tandasnya.
Inalum Garap Proyek Hilirisasi Tambang Senilai Rp 150 Triliun
Holding Industri Pertambangan (HIP) PT Inalum (Persero) terus mendorong terwujudnya hilirisasi produk sektor pertambangan dalam negeri. Hal itu sebagai salah satu upaya mengurangi ketergantungan dengan pihak asing.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, perseroan akan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk merealisasikan proyek-proyek besar bernilai lebih dari USD 10 miliar atau Rp 150 triliun (kurs 1 USD=Rp 15.000).
Baca Juga
“Beberapa proyek besar ini langkah nyata kami mendukung terjadinya nilai tambah produk di sektor tambang dan upaya mendukung penghematan devisa negara,” tutur dia di Bontang, Minggu (28/10/2018).
Kata Budi, beberapa kerjasama dengan BUMN dan pihak swasta pun telah ditandatangani dan siap berjalan. Adapun sejumlah proyek hilirisasi yang sudah bergulir antara lain di segmen aluminium, bauksit dan batubara.
Budi melanjutkan, proses hilirisasi di sektor tambang membawa dampak besar bagi Indonesia, terutama dalam mengurangi defisit transaksi berjalan (CAD) yang menimpa Indonesia.
"Jadi hilirisasi bakal bisa berperan meningkatkan balance payment kita dan memperkuat rupiah," jelasnya.
Selain itu, Inalum saat ini tengah dalam proses mengembangkan sayap ke Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, untuk mendirikan pabrik alumunium primer dengan kapasitas 500 kilo ton pertahun, beserta pembangkit listrik tenaga air dengan memanfaatkan sungai Kayan.
"Dengan nilai proyek sebesar USD 6 miliar, ekspansi ke provinsi ini diharapkan dapat dimulai pada tahun depan," ujarnya.
Budi menjelaskan, Inalim bersama anggota HIP PT ANTAM Tbk dan produsen alumina terbesar kedua di dunia Aluminum Corporation of China Ltd (CHALCO) akan bekerja sama membangun pabrik pemurnian untuk memproses bauksit menjadi alumina, yang merupakan bahan baku utama untuk membuat aluminium ingot.
Adapun Inalum merupakan produsen aluminium ingot satu-satunya di Indonesia.
Sebagai informasi, konstruksi proyek yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, ini dilakukan dalam 2 tahap dengan total kapasitas produksi 2 juta metrik ton alumina. Investasi untuk membangun pabrik tahap 1 tersebut diperkirakan sekitar USD 850 juta dan di targetkan mulai produksi pada 2021.
Advertisement