Pembunuhan Tragis Satu Keluarga di Malam 13 November

Di tengah perjalanannya, Feby melihat suatu kejanggalan. Gerbang kontrakan milik tetangganya terbuka lebar seakan mengundang gerombolan pencuri. Suara televisi sayup terdengar dari dalam rumah.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Nov 2018, 16:25 WIB
Ilustrasi Pembunuhan dengan Senjata Tajam (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Malam itu, Selasa 13 November 2018, terasa sunyi. Seluruh penghuni di Jalan Bojong Nangka 2, RT 002 RW 07, Kelurahan Jatirahayu Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi sudah berada di dalam rumah masing-masing. Wajar, jam menunjukkan pukul 03.30 WIB.

Salim, salah seorang warga yang biasanya keluar untuk memuaskan rasa laparnya malam itu memilih memasak mi instan di rumah. Pemuda-pemuda yang biasanya nongkrong di jalan tersebut tidak tampak seperti biasanya.

Padahal, kala itu cuaca juga sedang mendukung untuk nongkrong semalaman. Hanya Feby Liga Rukiani yang baru berjalan pulang ke rumahnya menjelang azan subuh dikumandangkan.

Di tengah perjalanannya, Feby melihat suatu kejanggalan. Gerbang kontrakan milik tetangganya terbuka lebar seakan mengundang gerombolan pencuri. Suara televisi sayup terdengar dari dalam rumah.

Penasaran, wanita berusia 35 tahun itu mencoba menelpon tetangganya yang mungkin terlelap saat menonton televisi dan lupa mengunci gerbang kontrakannya. Namun, berkali-kali ia memanggil, tak ada jawaban yang ia dengar.

Kantuk akhirnya mengalahkan rasa penasaran Feby. Ia akhirnya meninggalkan rumah tetangganya dan melanjutkan langkah pulang ke rumahnya.

Tiga jam berlalu dan Feby telah siap untuk memulai harinya. Ia mengira tetangganya sudah sadar akan kelalaiannya di malam sebelumnya dan memperbaikinya. Namun, rasa curiganya semakin besar saat Feby melihat keadaan rumah masih sama seperti saat ia tinggalkan dini hari tadi.

Feby memberanikan diri untuk membuka jendela rumah tetangganya, mungkin untuk membangunkan tetangganya yang ia kira masih tertidur lelap. Saat ia mengintip ke dalam rumah, betapa terkejutnya saat dia melihat tetangganya bersama istri dan kedua anak tetangganya telah rebah bersimbah darah.

"Saksi ini curiga dan penasaran, akhirnya membuka jendela rumah, kemudian saksi lihat ke ruangan korban melalui jendela dan melihat banyak korban sudah tergeletak dan terdapat darah," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, Selasa (13/11/2018).

Panik, Feby memanggil dua orang tetangganya, Aris Susanto dan Sulistiyanti, untuk menemaninya melaporkan temuan itu ke Ketua RT 002 dan anggota Polsek Pondok Gede.

Keluarga yang menjadi korban pembunuhan bernama Gaban Nainggolan (38); istri, Maya Ambarita (37); dan kedua anaknya, Sarah Nainggolan (9), serta Arya Nainggolan (7). Pembunuhan terjadi di dua ruangan, Gaban dan Maya di ruang TV sementara Sarah dan Arya ditemukan di tempat tidur.

Hasil outopsi menunjukkan banyak luka sayatan di tubuh Golan dan Sarah. Kepala Instalasi Forensik Polri Kombes Edi Purnomo menyatakan proses outopsi menunjukkan korban banyak diserang baik dengan benda tumpul maupun benda tajam. Terdapat luka di leher mereka, dan ada sebuah gunting terletak di dekat jasad korban.

"Anaknya diperkirakan meninggal akibat kehabisan oksigen karena tidak ditemukan luka terbuka," kata Kapolres Kota Bekasi Komisaris BesarIndarto di lokasi, Selasa (13/11/2018).

Duabelas orang saksi diperiksa untuk mengungkap kasus pembunuhan ini. Dari jumlah tersebut, hanya dua yang dimasukkan ke Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sisanya, baru sebatas wawancara biasa untuk menjadi barang bukti.

Selain memeriksa saksi, Polisi juga menurunkan Tim Inafis Polda Metro Jaya untuk olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Sayangnya, hasil olah TKP tidak berbuah manis. Tim tidak menemukan tanda-tanda kerusakan apapun pada rumah tersebut. Bahkan, tidak ada kerusakan pada pintu atau jendela rumah korban.

"Hasilnya tidak ada kerusakan. Bersih. Tumpukan kerupuk pun tidak berantakan. Semua rapi," kata Argo.

 


Boneka Beruang, Petunjuk ke Si Pembunuh

TKP pembunuhan satu keluarga di Bekasi (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Meski demikian, boneka beruang milik anak korban menjadi titik cerah untuk menemukan pembunuh. Pasalnya, polisi menemukan sidik jari terduga pelaku menempel di boneka yang diduga milik Sarah, anak perempuan korban.

Sarah yang duduk di kelas 3 SD di Sekolah Kristen Imanuel Viktori diketahui bertingkah aneh sehari sebelum pembunuhan terjadi. Wali kelas Sarah, Bunga Rebista Panjaitan, mengaku murid kelasnya itu lebih dari tiga kali minta izin untuk mencuci tangannya.

"Sudah tiga kali minta izin pergi cuci tangan terus, kamu kenapa cuci tangan terus? Tangan saya bau amis," kisah Bunga mengingat kembali percakapannya dengan Sarah.

Bunga kembali mempertanyakan alasan Sarah saat ia meminta izin untuk mencuci tangan ke lima kalinya. Ia mengaku bingung mengapa tangan Sarah bisa amis padahal muridnya itu hanya memegang pulpen. Saat Bunga mencoba menyium tangan muridnya itu pun tidak ada bau amis yang ia cium. Namun, Sarah tetap bersikeras tangannya bau amis. Siapa yang menyangka, keesokan harinya ia tidak lagi bisa melihat anak didiknya lagi.

 


Mobil Dibawa Kabur Pembunuh

TKP Pembunuhan Satu Keluarga di Bekasi (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Satu-satunya barang berharga korban yang hilang adalah mobil Nissan X-Trail bernomor polisi B 1075 U0K berwarna silver milik kakak korban, yang menurut salah satu saksi mata diduga dibawa pembunuh.

"Jadi saksi bilang kendaraaannya sangat kencang, nah ini yang perlu kami cari sampai saat ini tim masih bekerja, mudah-mudahan dengan kerja kami semua bisa ditemukan segera," ujar Argo, Rabu malam (14/11/2018).

Mobil tersebut akhirnya ditemukan di kos-kosan daerah Cikarang, Rabu (14/11/2018). Polisi menemukan dua handphone milik korban yang ada bercak darah. Tak hanya handphone, darah juga terpercik di gagang pintu, karpet, pedal gas, dan juga di seatbelt.

Penemuan mobil itu sepertinya mempercepat penemuan pelaku pembunuhan sadis tersebut. Tim gabungan Polda Metro Jaya, Polres Metro Bekasi Kota, dan Polsek Pondok Gede mengamankan satu orang terduga pelaku setelah menerima informasi dari masyarakat.

Polisi menangkap Haris Simamora atau HS saat hendak naik gunung. Tim juga menemukan beberapa barang bukti.

"Sampai di Garut kita mendapatkan bahwa HS ini ada di kaki Gunung Guntur. Di sana dia berada di saung atau rumah. Akhirnya kita mendapatkan yang bersangkutan ada di sana, katanya akan mendaki gunung. Setelah kita geledah tasnya kita menemukan kunci mobil merek Nissan dan HP dan uang sekitar Rp 4 juta," ujar Argo.

HS tengah menjalani proses pemeriksaan intensif setelah dibawa ke Polda Metro Jaya. Saat pemeriksaan, polisi menemukan bekas darah di jari-jari pelaku saat ditangkap di Garut. Bekas darah itu telah diambil oleh Tim Labfor Mabes Polri.

"Ini semua sudah kita ambil darahnya sebagai sampel dan akan kita cocokkan. Nanti labfor menggunakan pemeriksaan ilmiah. Kita tunggu hasil labfor darah yang di mobil, darah yang ada di tempat kos dan darah yang ada di TKP, apakah ada kesamaan atau tidak," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Kamis (15/11/2018).

 


Hubungan Darah Korban dan Pelaku

Tim Labfor melakukan olah TKP pembunuhan keluarga di Bekasi. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Penemuan tak terduga ditemukan saat pemeriksaan. Selain diketahui sering menginap di kediaman korban, HS ternyata juga masih terlibat hubungan darah dengan Maya.

"Masih keluarga, saudara dengan korban yang perempuan. HS sudah tidak bekerja selama tiga bulan. Sebelumnya kerja di perusahaan di Cikarang dan kemudian resign. Dia masih bujang, umur di bawah 30 tahunan," ungkap Argo.

HS yang awalnya mengelak akhirnya mengakui perbuatannya pada Jumat (16/11/2018). HS mengaku menggunakan linggis untuk menghabisi korban. Setelah memastikan nyawa satu keluarga itu telah habis di tangannya, HS membuang linggis itu di Sungai Kalimalang, dan mendatangi sebuah klinik dekat rumah kontrakannya di Kampung Rawalintah, Desa Mekar Mukti, Cikarang Utara, Bekasi.

"Terduga pelaku ini sempat berobat ke klinik dekat rumah kontrakannya. Ditanya dokter berkaitan dengan lukanya, HS menjawab lukanya karena jatuh," tutur Argo di Ditkrimum PMJ.

Jejaknya di klinik pengobatan itu memberi petunjuk bagi polisi untuk mengetahui ke mana HS pergi.

Berdasarkan penyidikan sementara, Polda Metro Jaya mengungkap bahwa HS bergerak seorang diri saat melakukan aksi pembunuhan. Penyidik masih mengembangkan temuan dan informasi untuk memastikan ada atau tidaknya pelaku lain dalam kejahatan ini.

Satu hal yang pasti adalah HS mengaku ia nekat membunuh seluruh keluarga korban karena kerap dimarahi. Argo tidak menjelaskan secara detail kata-kata seperti apa yang mampu menyulut amarah HS yang dikenal pendiam dan tertutup sehingga ia tega menghabisi keluarga saudaranya sendiri.

Gaban sendiri selama hidupnya dikenal sebagai seseorang yang sering menerima telpon dengan nada tinggi. Salah satu tetangganya, Lita (29) menjadi saksi salah satu perbincangan telepon terakhir korban di warung sembako milik korban.

Sore itu, sekitar pukul 16.30 WIB, Lita tengah berbelanja saat ia mendengar pemilik warung marah-marah di telpon. Ia mengaku tidak mengetahui dengan siapa Gaban berbicara, tetapi yang ia tahu Gaban dan istrinya sedang membicarakan seputar uang dan mobil bersama sang penerima telpon.

"Saya di situ cuma lima menitan pas saya ke situ korban sudah nelepon sambil duduk pakai kaos hitam dan celana ungu. Mereka (korban dengan lawan bicara) ngomongin uang sama mobil itu saja, kedengarannya seperti itu," ucap Lita saat ditemui di lokasi, Selasa (13/11/2018).

Lita sempat penasaran dengan ihwal pembicaraan korban. Pasalnya, meski pembicaraan telepon itu disetel dalam keadaan loudspeaker, ia tidak dapat memahami isi pembicaraan karena menggunakan bahasa daerah. Saat Lita mengungkapkan rasa penasarannya itu, Maya, istri korban malah menjawab dengan nada ketus.

"Pas saya tanya kenapa bu kok marah-marah bapak? Dia jawab, sudah kamu enggak usah ikutan. Sama istrinya ngomong begitu, habis itu dia langsung masuk ke dalam," kata Lita.

 

 


Memberi Utang

Meski demikian, Gaban juga dikenal suka memberi utang kepada warga yang belanja di warungnya.

"Kalau ke warung suka disuruh ambil sendiri aja, kalau dia lagi sibuk," tutur Lita.

Lita mengaku dirinya masih berutang Rp 5 ribu kepada korban saat ia mengambil dua kotak sabun mandi dan belum membayar.

"Nggak bisa tidur semalaman saya mikirin masih ngutang. Padahal mau bayar sorenya, tapi pagi dapat kabar katanya dibunuh. Saya sampai teriak di sini (jalanan) nggak percaya," ceritanya.

Evan, salah satu pembeli di warung korban turut mengiyakan kebiasaan baik Gaban. Dirinya pernah beberapa kali berutang pulsa, bahkan terkadang digratiskan bila Gaban punya banyak bonus telepon.

"Ditanya mau telepon siapa. Keluarga? Nih pakai pulsa ada bonusnya," kata Evan.

Tidak berapa lama setelah kejadian tragis itu, wilayah Pondok Gede digegerkan oleh foto-foto sadis keluarga korban yang beredar di grup aplikasi media sosial Whatsapp. Heni, salah satu tetangga korban mengaku terkejut melihat foto-foto itu memenuhi grup yang ia ikuti.

"Whatsapp grup SD, SMP, SMA, ibu PKK, banyak. Langsung aku hapus-hapusin," tutur Heni saat berbincang dengan Liputan6.com di depan kediamannya, Rabu (14/11/2018).

Hani yang saat kejadian tengah berada di Solo, Jawa Tengah langsung kembali ke Bekasi setelah mendengar kabar sadis tersebut. Wanita yang bertempat tinggal di depan warung sembako korban ini khawatir dengan keamanan keluarganya di rumah.

"Saya dekat sama si ibu (Maya), dekat banget biasa ngobrol di warung. Waktu berangkat ke Solo saya bilang. Katanya jangan lama-lama pulangnya. Terus bilang, eh maafin aku ya. Biasanya enggak pernah bilang begitu," ucap dia.

Kepergian keluarga Gaban tak hanya meninggalkan luka mendalam bagi sanak saudara tetapi juga anggota gereja HKBP Jati Sampurna, tempat keluarga korban biasa beribadah, yang ditinggalkan. Parel Nainggolan Lumban Raja, salah satu anggota keluarga korban pembunuhan mengungkap almarhum dikenal rajin beribadah.

"Sekarang kita lihat manusia seperti almarhum ini dan ibu itu baiknya dan ibadahnya. Setiap hari Minggu dia rajin antar anaknya sekolah minggu, kalau Nasrani ya di kami itu anak-anak itu ada khusus, sekolah minggu namanya," kata Parel pada Rabu (14/11/2018).

Sesudah didoakan di Gereja Lahai Roi, Cijantung, jenazah keluarga Gaban diberangkatkan ke Bandara Soekarno Hatta pada pukul 11.30 WIB untuk dimakamkan di kampung halamannya di Samosir, Sumatera.

Keempat jenazah tiba di Bandara Internasional Kualanamu, Delisedang pada Rabu malam (14/11/2018).

"Pesawat yang pertama mendarat Sriwijaya Air membawa jenazah Diperum Nainggolan dan Maya Boru Ambarita. Selanjutnya pesawat Batik Air membawa jenazah Sarah Boru Nainggolan dan Arya Nainggolan," jelas AKP Bambang, Rabu (14/11/2018).

Sekitar pukul 20.00 WIB, dua peti jenazah berwarna coklat keluar dari kargo Bandara Kualanamu. Tiga puluh menit berselang, dua peti jenazah, kali ini berwarna putih, dikeluarkan dari dalam kargo.

Jenazah keluarga disambut oleh empat ambulans yang akan membawa jenazah korban ke rumah duka di Desa Pangururan, Kabupaten Samosir. Keempat jenazah rencananya akan dikebumikan dalam satu liang lahad untuk bersama menghadap Sang Pencipta.

(Liputan6.com/Mellisa Octavianti)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya