Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus sejumlah tokoh agama yang melakukan transaksi keuangan mencurigakan.
Temuan itu merupakan hasil analisis Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dari 384 Perusahaan Jasa keuangan sepanjang Januari-Septermber 2018.
Advertisement
Berdasarkan data PPATK, jumlah tokoh agama dengan transaksi mencurigakan malah lebih besar dibanding pengurus partai politik. Ada 44 orang pihak terlapor perorangan dari kalangan tokoh agama, sementara jumlah dari lingkungan politisi hanya 18 orang dalam periode yang sama. Temuan itu dikonfirmasi Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rai.
"Kalau dilihat dari profile tentu sensitif karena mereka menggunakan rekening pribadi untuk urusan-urusan keagamaan seperti menerima sumbangan. Ini berlaku untuk agama mana saja ya,” kata Dian kepada JawaPos.com, Senin (18/11/2018).
Namun, ia menjelaskan, pemuka agama yang diduga melakukan transaksi mencurigakan tak bisa serta merta dituding melakukan tindak pidana. Menurutnya, penyimpangan profil bisa disebabkan tumpang tindihnya penggunaan rekening untuk keperluan pribadi dan urusan keagamaan.
"Itulah sebabnya menjadi menyimpang profile nya. Kalau nama lembaga yang dipakai tentu nggak masaalah ya. Tapi itu jangan diartikan pasti bermasalah ya," jelas Dian.
Hal semacam itu bisa saja terjadi di profesi mana pun. Berdasarkan profilnya, sebagian besar atau 87,3 persen terlapor LTKM sepanjang Januari- September tahun 2018 adalah perorangan. Sedangkan 12,7 persen selebihnya merupakan korporasi.
Mayoritas Laki-Laki
Mayoritas terlapor perorangan adalah Laki-laki (60,6 persen), dengan pekerjaan utama sebagai pegawai swasta (34,2 persen). Mereka sebagian besar berada pada usia produktif antara 30-60 tahun (68,2 persen).
Berdasarkan LTKM tersebut, diketahui bahwa hanya sebanyak 32,1 persen LTKM saja yang mampu diidentifikasikan oleh Pihak Pelapor terindikasi tindak pidana, dan selebihnya sebanyak 67,9 persen LTKM tidak terisi atau belum mengarah dugaan tindak pidana.
Dari jumlah tersebut, indikasi tindak pidana asal yang dominan adalah Penipuan (36,0 persen), Korupsi (18,3 persen), dan Narkotika (16,1 persen).
Baca artikel Jawapos.com lain di sini
Advertisement