Menanti Keadilan untuk Baiq Nuril

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa menggalang aksi penolakan putusan MA terhadap kasus Baiq Nuril.

oleh Aceng Mukaram diperbarui 19 Nov 2018, 10:31 WIB
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa menggalang aksi penolakan putusan MA terhadap kasus Baiq Nuril. (Liputan6.com/ Raden AMP)

Liputan6.com, Pontianak - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa menggalang aksi penolakan putusan Mahkamah Agung untuk kasus Baiq Nuril, korban pelecehan seksual verbal yang dilakukan seorang mantan kepala sekolah di Mataram.

Dian Lestari, Ketua AJI Pontianak, mengatakan, Baiq Nuril sesungguhnya hanyalah korban, seperti layaknya kasus Prita Mulyasari yang terjadi beberapa tahun lalu. 

"Kita harap tidak ada lagi korban dari UU ITE, di mana korban berbalik menjadi tersangka,” ujar Dian.

Dian Lestari menjelaskan, putusan ini sekaligus menggambarkan perempuan Indonesia yang kerap menjadi korban, terintimidasi, jika melawan kena kriminalisasi.

"Pasal-pasal karet dalam UU ITE itu harusnya dicabut," kata Dian.

Baiq Nuril Maknun, perempuan asal Mataram yang menjadi terdakwa kasus pelanggaran UU Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik (ITE), sempat dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri. Di PN Mataram pada 26 Juli 2017, Nuril dinyatakan tidak terbukti telah mencemarkan nama baik mantan kepala sekolah di salah satu SMAN di Mataram.

Putusan PN Mataram ini kemudian dibatalkan di tingkat Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta kepada Nuril. Padahal, mantan pegawai honorer bagian Tata Usaha di SMU 7 Mataram itu sebelumnya dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri Mataram pada 26 Juli 2017.

Untuk mendukung tegaknya keadilan bagi Baiq Nuril dan bagi perempuan Indonesia pada umumnya, warga Pontianak saat momen Car Free Day (CFD) di Jalan Ahmad Yani Kota Pontianak kemarin, memberikan dukungan dengan ikut menggalang dana melalui kitabisa.com. Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk membayar denda, sehingga Baiq Nuril terbebas dari hukuman 6 bulan penjara.

Sementara itu Relawan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Kalimantan Barat, Aseanty Pahlevi mengatakan, organisasi sipil yang memperjuangkan hak-hak digital warga di Asia Tenggara ini juga telah membuat pernyataan sikap, dan mempertanyakan hasil putusan MA, yang menutup mata pada fakta-fakta di Pengadilan Negeri Mataram.

"Dalam persidangan Nuril tidak terbukti bersalah menyebarluaskan konten asusila seperti yang dituduhkan," kata Aseanty Pahlevi.

Tidak ada unsur mens rea atau niatan jahat dari Baiq Nuril saat merekam perbincangan dengan kepala sekolah, yang juga atasannya. Perekaman ini semata hanya upaya membela diri atas pelecehan seksual yang dilakukan sang kepala sekolah.

"Kami juga menolak pelaksanaan eksekusi yang akan dilakukan Rabu ini, dan mendesak agar Presiden RI memberikan amnesti atas ketidakadilan ini," kata Aseanty Pahlevi. SAFEnet juga mendorong agar Komisi III DPR RI dapat menyetujui pemberian amnesti tersebut.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya