Aksi Ambil Untung Tekan Rupiah

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah diperdagangkan di kisaran 14.545 per dolar AS hingga 14.616 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 19 Nov 2018, 11:56 WIB
Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serika (AS) bergerak melemah pada perdagangan hari ini. Pelemahan tersebut wajar karena ada aksi ambil untung.

Mengutip Bloomberg, Senin (19/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.454 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah melemah ke angka 14.614 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah diperdagangkan di kisaran 14.545 per dolar AS hingga 14.616 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 7,81 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.586 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.594 per dolar AS.

Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, laju rupiah sedikit tertahan setelah pergerakannya cenderung menguat pada pekan lalu.

"Pelemahan rupiah relatif wajar, sebagian pelaku pasar mengambil posisi ambil untung," katanya dikutip dari Antara.

Kendati demikian, menurut dia, pelemahan rupiah cenderung terbatas karena cukup maraknya sentimen positif dari dalam negeri, di antaranya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi enam persen dimana bertujuan untuk menyelamatkan defisit transaksi berjalan.

Selain itu, ia menambahkan, Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 oleh Pemerintah yang di antaranya berisikan perluasan industri yang mendapatkan fasilitas tax holiday turut menjadi sentimen positif bagi rupiah.

"Pelaku pasar akan merespons positif kebijakan itu karena nantinya diasumsikan dapat mendorong sejumlah industri berkembang yang pada akhirnya dapat meningkatkan investasi dan perolehan pajak sehingga pertumbuhan ekonomi dapat meningkat," katanya.

Ia memproyeksikan, kurs rupiah akan bergerak di kisaran 14.595 per dolar AS hingga 14.615 per dolar AS. Diharapkan kembali bergerak ke area positif seiring masih adanya sejumlah sentimen positif dari dalam negeri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI Yakin Rupiah Bakal Terus Menguat

Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan tren positif beberapa waktu ini. Bahkan rupiah berhasil menguat dan meninggalkan level Rp 15.000 per USD.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengaku optimistis nilai tukar rupiah hingga akhir tahun masih akan mengalami penguatan. Hal ini dorong faktor pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih akan tumbuh dan inflasi yang terkendali.

"Bicara nilai tukar dari data domestik yang positif, CAD kita lemah, tapi jangan lihat rentang ke belakang, (tapi) ke depan. Bank sentral kemampuan melihat ke depan untuk tentukan kebijakan," kata Dody dalam acara Pelatihan Wartawan Ekonomi Nasional, di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (17/11/2018).

Dody menyebut pergerakan rupiah yang tidak lagi melemah ini karena memang sudah undervalued  (lebih rendah dari nilai sebenarnya). Sehingga penguatan ini diyakini akan terus berlanjut.

"Rupiah masih undervalued (terlalu murah). Namun masih cukup kompetitif untuk perdagangan," imbuhnya.

Dody mengatakan, penguatan terhadap mata uang Garuda ini juga ditopang oleh faktor internal dan eksternal. Dari dalam negeri misalnya, sejumlah kebijakan untuk memperkuat rupiah telah ditempuh, salah satunya keputusan BI yang kembali menaikan BI 7- Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,00 persen.

Sementara, dari sisi globalnya, lanjut Dody pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dijadwalkan pada akhir tahun nanti akan berdampak positif.

Terutama untuk meredam perang dagang antar kedua negara tersebut, sehingga momen itu diharapkan bisa membuat ketenangan di pasar keuangan.

"Feeling saya positif dengan pertemuan Presiden AS dan Presiden China. ini akan menenangkan pasar keuangan," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya