Angin Kencang Hambat Pemadaman Kebakaran California, Korban Tewas Bertambah

Upaya pemadamam kebakaran lahan di California terhambat angin kencang, dan jumlah korban tewas terus bertambah hingga kini menjadi 79 orang.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 19 Nov 2018, 13:03 WIB
Dua petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan api di sepanjang Ronald Reagan (118) di Simi Valley, Californnia (12/11). Departemen Pemadam Kebakaran setempat mendesak agar warga segera mengungsi ke tempat aman. (AP Photo/Ringo H.W. Chiu)

Liputan6.com, Sacramento - Angin kencang yang berembus pada Minggu 18 November 2018 disebut menghambat upaya pengendalian kebakaran lahan di negara bagian California, yang sekarang telah menelan sedikitnya 79 jiwa.

Embusan angin dilaporkan mencapai kecepatan 50 mil per jam (setara 80,4 kilometer per jam), di mana mengancam upaya untuk mengendalikan laju Camp Fire, nama kebakaran yang melanda California Utara.

Dikutip dari The Guardian pada Senin (19/11/2018), upaya pemadaman baru berhasil mencakup 55 persen area kebakaran selama 10 hari terakhir, tepatnya hingga akhir pekan lalu.

Laju api yang menghancurkan hampir 10.000 rumah dan telah menyebar sepanjang 233 mil persegi (setara 603 kilometer persegi), telah menjadi kebakaran lahan paling mematikan di AS dalam satu abad terakhir.

Dan ada kekhawatiran bahwa jumlah kematian akan meningkat lebih jauh, apalagi jika melihat hampir 1.300 orang masih belum ditemukan.

Namun, beberapa pihak mengatakan bahwa jumlah orang yang hilang mungkin terlalu berlebihan, sebab masih simpang siur kompilasi laporan korban sejauh ini.

Sheriff wilayah Butte county, Kory Honea, telah menekankan bahwa daftar orang hilang saat ini dikumpulkan dari data panggilan telepon, pengaduan email, dan laporan langsung sejak 8 November.

Dia menggambarkannya sebagai "data mentah", yang kemungkinan memiliki nama-nama ganda, dan beberapa pengungsi yang belum melaporkan telah berada di kondisi aman.

Gubernur California yang berhaluan Demokrat, Jerry Brown, mengunjungi wilayah yang rusak oleh kebakaran di kota Paradise bersama Donald Trump pada hari Sabtu.

Dia mengatakan kepada stasiun televisi CBS, bahwa Trump telah "menarik pernyataannya" dan memberikan bantuan darurat.

Trump awalnya menyalahkan pejabat negara bagian California atas pengelolaan hutan yang buruk, sehingga memicu kebakaran di wilayah utara dan selatan. Dia bahkan mengancam akan memotong pendanaan federal terkait tudingan tersebut.

 

 Simak video pilihan berikut: 

 


Membandingkan Penanganan Kebakaran di Finlandia

Pemandangan Gold Nugget Museum usai kebakaran melanda Kota Paradise, California, AS, Rabu (14/11). Direktur lembaga tanggap darurat AS mengatakan Kota Paradise butuh waktu beberapa tahun untuk pembangunan akibat kebakaran. (AP Photo/Martha Mendoza, File)

Di lokasi kebakaran pada hari Sabtu, Donald Trump menceritakan percakapannya dengan Presiden Finlandia, Sauli Niinisto di Paris pada 11 November, yang membahas tentang pemantauan sumber daya hutan dengan sistem pengawasan efektif.

Trump mengatakan kebakaran hutan tidak menjadi masalah di Finlandia karena negara itu "rajin menyapu daun dan batang kering".

Tetapi Niinistö mengatakan kepada salah satu surat kabar terkemuka di Finlandia, Ilta-Sanomat, pada hari Minggu bahwa dia tidak pernah membicarakan penyapuan area hutan kering dengan Trump.

"Saya menyebutkan kepadanya bahwa Finlandia, sebagian besar lahannya tertutup oleh hutan. Kami juga memiliki sistem dan jaringan pemantauan yang baik," kata Niinistö, tetapi tidak ingat pernah menyebutkan penggarukan daun atau semak hutan, yang tampaknya dijadikan alibi oleh Trump sebagai titik kunci dalam pencegahan kebakaran hutan, seraya mengabaikan isu pemanasan global.

Di lain pihak, Jerry Brown, dalam wawancara yang ditayangkan pada hari Minggu, mengatakan: "Mengubah iklim dan meningkatnya kekeringan dan kelembaban yang lebih rendah dan uap air adalah faktor penting penyebab kebakaran".

"Kami telah kekurangan curah hujan. Kami mengalami kekeringan yang mengubah vegetasi dan semak-semak, serta rumah-rumah dan pepohonan, secara harfiah, menjadi kayu. Jadi siap terbakar kapan pun. Ada unsur atmosfer yang merupakan bagian dari siklus alam dan kemudian ada efek peningkatan perubahan iklim, semuanya berkaitan," tambah Brown menjelaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya