Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi angkat suara terkait gugatan keluarga salah seorang korban Lion Air PK-LQP terhadap Boeing. Gugatan tersebut dinilai menjadi hak individu bagi keluarga masing-masing korban.
"Kalau bicara mengenai gugatan itu masing-masing individu melakukan. Dan ini merupakan hak masing-masing warga atau penumpang," kata Menhub Budi di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/11/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengatakan, terkait dengan gugatan ini pihaknya akan mempelajari seksama apakah hal-hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara nasional maupun internasional. "Bagi pemerintah ini waktu yang kita tentukan pasti kita pelajari kaidahnya," imbuh dia.
Budi mengatakan, hal terpenting bagi pemerintah saat ini adalah berupaya memenuhi hak-hak atas keluarga korban. Seperti pada pemberian asuransi dan akte kematian untuk seluruh korban.
"Jadi hari ini saya berkoordinasi dengan beberapa pihak untuk proses yang mereka berpulang itu agar Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) memberikan dukungan untuk mendapatkan akte kematian untuk insurance. Itu segera menyelesaikan kewajiban dan Dirut Jasa Raharja akan diselesaikan satu atau dua hari ini," kata dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Gugatan Keluarga
Seperti diketahui, salah satu keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 atas nama Dr. Rio Nanda Pratama menggugat The Boeing Company sebagai produsen pesawat Boeing 737 MAX 8. Keluarga Rio menggugat Boeing melalui Firma hukum Colson Hicks Eidson dan BartlettChen LLC.
"Kami telah mengajukan gugatan terhadap The Boeing Company di pengadilan Circuit Court of Cook County, Illinois, Amerika Serikat. Gugatan ini kami ajukan atas nama klien kami yaitu orang tua dari alm. Dr. Rio Nanda Pratama yang tewas ketika pesawat Boeing 737 MAX 8 jatuh ke laut," kata Curtis Miner dari Colson Hicks Eidson, seperti dikutip dari Antara.
Rio Pratama adalah seorang dokter muda yang ikut jadi korban jatuhnya pesawat Lion Air dalam perjalan pulang dari sebuah konferensi di Jakarta dan hendak menikah pada 11 Nopember 2018.
Terkait dengan investigasi kecelakaan ini, Curtis Miner menyatakan bahwa sesuai dengan perjanjian internasional, pihak penyelidik dari Indonesia dilarang menentukan siapa yang bertanggung jawab atau siapa yang bersalah, dan hanya diperbolehkan untuk membuat rekomendasi keselamatan untuk industri penerbangan dimasa depan.
"Inilah sebabnya mengapa tindakan hukum atas nama keluarga korban harus dilakukan. Investigasi oleh lembaga pemerintah biasanya tidak akan memutuskan siapa yang bersalah dan tidak menyediakan ganti rugi yang adil kepada para keluarga korban. Inilah pentingnya gugatan perdata pribadi dalam tragedi seperti ini," kata Curtis.
Advertisement