Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali melakukan sosialisai Undang-Undang (UU) Nomor 9 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Aturan ini lebih tegas mengatur mengenai objek, tata cara pengenaan tarif dan sanksi apabila terdapat kecurangan dalam pembayaran PNBP.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto, menyampaikan bahwa setelah melalui proses panjang UU Nomor 9 Tahun 2018 akhirnya bisa ditetapkan oleh pemerintah. Aturan ini pun sebagai pengganti UU Nomor 20 Tahun 1997 yang telah berlaku selama 21 tahun.
Baca Juga
Advertisement
"Dalam aturan PNBP ini telah banyak mengatur hal baru mulai dari aspek tata kelola, peningkatan kualitas instasnsti pemungut PNBP, kualitas perencanaan, dan kualitas verifikasi," katanya dalam Sosialisasi Undang Undang PNBP, di Kantornya, Rabu (21/11/2018).
Saat ini kontribusi penerimaan PNBP telah menjadi andalan pemerintah dalam meningkatkan kemandirian bangsa. Sebab kontribusi terhadap penerimaan negara dinilai juga cukup besar.
Di tempat yang sama, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengakui dalam penetapan Undang-Undang PNBP yang baru ini memang disiapkan sejak lama. Sebab cakupan dalam sektornya sendiri cukup luas, sehingga memerlukan kajian yang cukup mendalam.
"Maka perlu sekarang ini ada semacam revitalisasi PNBP. Meskipun Undang-Undang sejak Juli, tapi saya yakin banyak yang belum ngerti. Esensinya apa? Kami ingin bisa melihat sesuatu penerimaan negara bukan pajak, kontribusinya sebesar 25,4 persen dari penerimaan negara," katanya.
6 Klaster
Mardiasmo menambahkan, dalam PNBP ini dikelompokan menjadi enam klaster. Adapun keenam bagian tersebut antara lain, pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana serta hak negara lainnya.
Untuk diketahui, PNBP sendiri adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan hak yang diperloleh negara.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme Aggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement