Rupiah Melemah Tertekan Sentimen Regional

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.585 per dolar AS hingga 14.645 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 21 Nov 2018, 11:28 WIB
Petugas menunjukkan pecahan uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (5/9). Nilai tukar Rupiah di pasar spot menguat tipis 0,06 persen ke Rp 14.926 per dollar Amerika. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Rabu pekan ini. Rupiah diproyeksikan akan bergerak menuju kisaran antara 14.590 per dolar AS hingga 14.610 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, Rabu (21/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.635 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.587 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.585 per dolar AS hingga 14.645 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah telah melemah 7,77 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.618 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan Senin kemarin yang ada di angka 14.586 per dolar AS.

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan, mata uang kuat Asia seperti dolar Hong Kong dan dolar Singapura yang bergerak melemah terhadap dolar AS menjadi sentimen negatif bagi pergerakan rupiah.

"Rupiah diproyeksikan akan bergerak menuju kisaran antara 14.590 per dolar AS hingga 14.610 per dolar AS dengan tetap dalam penjagaan Bank Indonesia," katanya.

Saat ini, ia menambahkan, pelaku pasar uang di dalam negeri sedang mencermati paket kebijakan ekonomi jilid XVI dan revisi daftar negatif investasi (DNI).

"Efektivitas paket kebijakan itu mendapat tantangan ketika peringkat Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business –EODB) dari survey Bank Dunia untuk tahun 2019 mencatat penurunan peringkat dari 72 menjadi 73," katanya.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada menambahkan, pelemahan rupiah relatif terbatas seiring penilaian pelaku pasar terhadap ekonomi Amerika Serikat kemungkinan belum akan bertumbuh signifikan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI Yakin Rupiah Bakal Terus Menguat

Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo optimistis nilai tukar rupiah hingga akhir tahun masih akan mengalami penguatan. Hal ini dorong faktor pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih akan tumbuh dan inflasi yang terkendali.

"Bicara nilai tukar dari data domestik yang positif, CAD kita lemah, tapi jangan lihat rentang ke belakang, (tapi) ke depan. Bank sentral kemampuan melihat ke depan untuk tentukan kebijakan," kata Dody dalam acara Pelatihan Wartawan Ekonomi Nasional, di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (17/11/2018).

Dody menyebut pergerakan rupiah yang tidak lagi melemah ini karena memang sudah undervalued  (lebih rendah dari nilai sebenarnya). Sehingga penguatan ini diyakini akan terus berlanjut.

"Rupiah masih undervalued (terlalu murah). Namun masih cukup kompetitif untuk perdagangan," imbuhnya.

Dody mengatakan, penguatan terhadap mata uang Garuda ini juga ditopang oleh faktor internal dan eksternal. Dari dalam negeri misalnya, sejumlah kebijakan untuk memperkuat rupiah telah ditempuh, salah satunya keputusan BI yang kembali menaikan BI 7- Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,00 persen.

Sementara, dari sisi globalnya, lanjut Dody pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dijadwalkan pada akhir tahun nanti akan berdampak positif.

Terutama untuk meredam perang dagang antar kedua negara tersebut, sehingga momen itu diharapkan bisa membuat ketenangan di pasar keuangan.

"Feeling saya positif dengan pertemuan Presiden AS dan Presiden China. ini akan menenangkan pasar keuangan," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya