BI: Rupiah Menguat karena Investor Percaya kepada RI

Bank Indonesia tetap harus waspada terkait pelemahan kurs mata uang Garuda.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Nov 2018, 12:19 WIB
Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Rabu ini. Namun Bank Indonesia (BI) yakin pelemahan ini tidak akan lama dan rupiah bakal kembali perkasa. 

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menilai, nilai tukar rupiah masih terbilang baik dan positif. Menurutnya, hal itu bisa dilihat dari lancarnya indikator aliran modal asing masuk ke RI, yang menandakan adanya kepercayaan pasar global terhadap Indonesia.

"Dari tanggal 1 sampai 12 November, itu kurang lebih ekuivalen Rp 25 triliun dana asing masuk. Itu masuk melalui SBN (Surat Berharga Negara) maupun saham," ujar dia dalam sebuah acara di Graha Niaga, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

"Jadi artinya ini berbalik dari Oktober dan bulan-bulan sebelumnya yang kita di posisi outflow. Jadi ada confidence yang mulai terbentuk," Dody menambahkan.

Ada banyak faktor yang membentuk penguatan rupiah ini. Salah satunya, apresiasi year to date yang menjadi 8 persen dibanding sebelumnya 11 persen.

Selain itu, rupiah tidak sendirian sebagai mata uang yang mengalami penguatan. Sebab, lanjutnya, beberapa negara lain yang mata uangnya melemah lebih parah seperti Turki dan Argentina kini mulai mengalami perbaikan.

Meskipun begitu, Dody menekankan, Bank Indonesia tetap harus waspada terkait pelemahan kurs mata uang Garuda. Dan untuk ke depannya, pihaknya pun tetap membiarkan mekanisme pasar bekerja.

"Tidak ada perubahan sama sekali dengan sebelumnya. pada saat melemah dan menguat. Kita lihat fundamental level seperti apa, dan tetap mekanisme pasar yang dikedepankan. Kita tetap menjaga stabilitas," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Rupiah Hari Ini

Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Rabu pekan ini. Rupiah diproyeksikan akan bergerak menuju kisaran antara 14.590 per dolar AS hingga 14.610 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, Rabu (21/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.635 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.587 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.585 per dolar AS hingga 14.645 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah telah melemah 7,77 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.618 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan Senin kemarin yang ada di angka 14.586 per dolar AS. 

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan, mata uang kuat Asia seperti dolar Hong Kong dan dolar Singapura yang bergerak melemah terhadap dolar AS menjadi sentimen negatif bagi pergerakan rupiah.

"Rupiah diproyeksikan akan bergerak menuju kisaran antara 14.590 per dolar AS hingga 14.610 per dolar AS dengan tetap dalam penjagaan Bank Indonesia," katanya.

Saat ini, ia menambahkan, pelaku pasar uang di dalam negeri sedang mencermati paket kebijakan ekonomi jilid XVI dan revisi daftar negatif investasi (DNI).

"Efektivitas paket kebijakan itu mendapat tantangan ketika peringkat Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business –EODB) dari survey Bank Dunia untuk tahun 2019 mencatat penurunan peringkat dari 72 menjadi 73," katanya.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada menambahkan, pelemahan rupiah relatif terbatas seiring penilaian pelaku pasar terhadap ekonomi Amerika Serikat kemungkinan belum akan bertumbuh signifikan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya