Kadin Ingin Ada Pembahasan Lanjutan soal Revisi Daftar Negatif Investasi

Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani menyatakan ada sejumlah poin dalam daftar negatif investasi yang belum dimengerti.

oleh Merdeka.com diperbarui 21 Nov 2018, 18:32 WIB
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, Rosan P. Roeslani saat berpidato pada pertemuan dengan MAVCAP (Malaysia Venture Capital Management Berhad) di Jakarta, Selasa (23/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani menegaskan akan mendesak pemerintah untuk kembali melakukan pertemuan ulang terkait soal revisi Daftar Negatif Investasi (DNI).

Sebab, dia menilai, dari daftar DNI yang diputuskan pemerintah terutama untuk yang dikuasai asing masih menjadi perdebatan bagi pelaku usaha.

Seperti diketahui, dari 54 bidang usaha DNI hanya 25 di antaranya yang bisa menerima Penanaman Modal Asing (PMA) secara penuh atau 100 persen. 

"Di kami masih perdebatan, karena mereka bilang hanya ada 25 bidang usaha yang 100 persen dibuka untuk asing, apakah yang lainnya tetap dibuka, tapi tidak 100 persen? Kami pun belum paham secara jelas, padahal kami dunia usaha," kata dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Oleh karena itu, pihaknya menginginkan agar ada pembahasan lanjutan terkait dengan pembahasan DNI. "Saya sudah minta waktu bertemu baik dengan BKPM (Badan Koordinasi Penenaman Modal) dengan Kementerian terkait utuk membahas apasih alasannya ini diberlakukan relaksasi DNI bidangya itu kenapa?," tambahnya sambil mempertanyakan.

Roesan menegaskan, pemerintah juga perlu mewaspadai apabila 25 sektor yang dikuasai asing tersebut nantinya malah akan berdampak buruk bagi Indonesia.

"Tapi kalau sudah dibuka untuk asing, harus dilihat apakah asing akan menciptakan lapangan pekerjaan atau malah menggerus lapangan pekerjaan yang diciptakan oleh UMKM. Itu harus dilihat, harus dikaji, dan menurut saya apakah se-urgent itu harus dikeluarkan sekarang?," tegasnya.

Di samping itu, dirinya menyampaikan, beberapa poin yang menjadi pokok pembahasan terkait dengan sektor-sektor yang masuk DNI masih belum dimengerti oleh sebagian pelaku usaha. "Makanya kami coba perjelas. Artinya, kemudian kami juga bicara dengan pemerintah, karena apa? Kebijakan ini ujung-ujungnya untuk kami kok, untuk dunia usaha," ungkapnya.

Sebelumnya, Roesan mengaku heran kepada pemerintah yang tidak mengikutsertakan pelaku usaha dalam pengambilan keputusan soal revisi daftar negatif investasi (DNI). Menurut dia, pelaku usaha dalam hal ini memiliki peranan penting, apalagi ada beberapa sektor usaha yang dinilai masih rancu.

"Yang perlu saya sampaikan di sini kami dalam paket kebijakan 16 ini mengenai dana hasil ekspor memang kami dilibatkan baik oleh BI (Bank Indonesia), Kementerian Keuangan dan lainnya maupun tax holiday. Tapi mengenai relaksasi DNI ini kami tidak diikut sertakan sama sekali," kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Pengusaha Kecewa Tak Dilibatkan

Suasana pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 tersebut lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode sama dalam tiga tahun terakhir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Pemerintah merevisi daftar negatif investasi (DNI). Dengan ada perubahan itu, Penanaman Modal Asing (PMA) untuk berinvestasi di Indonesia semakin luas pada beberapa bidang usaha baru.

Pemerintah merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mendorong penanaman modal dalam negeri maupun asing agar berinvestasi. Namun, sayangnya kebijakan tersebut sempat membuat bingung beberapa pihak.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani menilai, kebijakan penghapusan beberapa sektor usaha dari DNI masih menjadi dilema.

"Sekarang saja paket kebijakan ekonomi saja jadi konflik. Dilema pemerintah mau buka, disangka sangkut UMKM, ini interpretasi yang tidak jelas juga dari pemerintah,” kata Shinta saat ditemui di Hotel ShangriLa, Jakarta, Rabu 21 November 2018.

Selain itu, Shinta juga mengaku kecewa karena dalam pembuatan kebijakan tersebut tidak melibatkan para pengusaha terlebih dahulu.

"Kita belum diajakin konsultasi. Apa benar pengaruh dengan UMKM. Pada saat ini kami rekomendasikan pemerintah jangan buru-buru. Evaluasi bersama. Ditunda dulu. Jangan laksanakan sebelum kita tahu bahwa isinya benar. Baik pengusaha lokal dan asing ingin tahu ini apa. Saat ini bingung dengan isinya. Katanya tidak pengaruh dengan UMKM. Tapi ada sektor yg dibuka 100 persen PMA, apa benar UMKM tidak kena di sektor sektor itu?,” ujar dia.

Shinta juga meminta aturan mengenai kemitraan untuk diperjelas lagi statusnya. "Kemudian soal kemitraan, perlu diperjelas polanya seperti apa. Katanya sudah dibagi kelompok kelompok, tapi kami ingin tahu. Salahnya Penerintah kenapa tidak komunikasi dulu, ada Kadin, APINDO dan HIPMI, diajak bicara jadi bisa keluar sama - sama sehingga tidak timbulkan polemik.,” ujar dia.

"Padahal asing lihat ini pasti butuh, namun dengan reaksi ini justru akan bertanya -tanya. Maka pemerintah kami dorong untuk lebih terbuka,” tambah dia.

Shinta menjelaskan, investasi dari asing atau PMA memang diperlukan untuk mendorong perekonomian dalam negeri. “Maka kita tidak bisa berdiri sendiri. Walau negara mandiri dan independen, kita perlu interdependensi dari negara luar,” ujar dia.

Kendati demikian Shinta enggan berkomentar lebih jauh mengenai penghapusan DNI. Dia menegaskan masih akan menunggu kejelasan informasi dari pemerintah.

"Kalau saya lihat, pertama pak menko (Darmin Nasution)s menjelaskan, pada bingung semua. Negatif, wah itu UMKM blablaba. Terus ada penjelasan lagi. Jadi banyak miss interpretasi. Kami tidak berani banyak ngomong sebelum lihat bagaimana,” ujarnya.

Shinta berharap persoalan tersebut bisa segera selesai. Sebab menurutnya, hal ini juga sangat ditunggu kejelasannya oleh para investor asing yang ingin menanamkan investasinya di Indonesia.

"Sekarang kita dorong secepatnya selesaikan ini. Tujuannya bagus, untuk tarik lebih banyak investasi. Tapi komunikasi nya mungkin perlu diperbaiki. Kami juga akan konsultasi dulu dengan para konstituen, pengusaha, untuk disampaikan pemerintah. Apapun prosesnya, sebelumnya kebijakan baru keluar kalau bisa dikonsultasikan dulu. Sudah kami remind (ingatkan) berkali – kali,” ujar dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya