Liputan6.com, Jakarta Kenaikan suku bunga acuan pada 2019 diprediksi tak akan mengganggu pertumbuhan kredit perbankan dalam negeri, yang diprediksi mampu mencapai double digit.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menyatakan, angka penyaluran kredit perbankan tidak akan goyah meskipun Bank Indonesia (Bank Indonesia) meninggikan suku bunga acuan hingga menyentuh angka 7 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Walaupun BI akan menaikan dua sampai empat kali suku bunga acuan hingga kisaran 6,75 sampai 7 persen pada 2019, kita memperkirakan ini tak akan mengganggu penyaluran kredit perbankan," ucap dia di Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Perkiraan BI yang hendak menaikan suku bunga acuan memang kencang, lantaran The Fed selaku bank sentral AS diduga bakal kembali meninggikannya pada akhir tahun ini. Namun begitu, Piter menilai, kredit perbankan tidak begitu dipengaruhi oleh nominal suku bunga acuan yang ditetapkan BI.
"Kredit itu yang lebih berpengaruh demand of kredit, yang dipengaruhi oleh pasar. Ini lebih di-drive oleh harga komoditas," dia menambahkan.
Lebih lanjut, ia juga menduga, penyaluran kredit perbankan pada 2019 nanti masih dapat mencapai angka maksimal 12 persen.
"Kita perkirakan, penyaluran kredit perbankan lebih baik dari 2011, tapi lebih menurun dari 2018. Proyeksi kami, pertumbuhan kredit pada tahun 2019 berada di kisaran 11-12 persen," jelas dia
BI Masih Bakal Naikkan Bunga Acuan hingga Level 7 Persen
CORE Indonesia memprediksi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada 2019 mendatang akan kembali melemah di atas 15.000 per dolar AS. Indikator tersebut dinilai akan membuat Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan hingga 6,75-7 persen.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter A Redjalam mengatakan, BI selama 2018 ini sebenarnya telah melakukan pengetatan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 175 basis poin. Menurutnya, itu dimaksudkan untuk mengantisipasi dinamika global dan menahan laju pelemahan rupiah.
Baca Juga
"Suku bunga acuan Bank Indonesia pada akhir tahun diperkirakan berada di level 6 persen, sementara nilai tukar di kisaran 14.600 per dolar AS hingga 14.800 per dolar AS," jelas dia dalam acara CORE Economic Outlook 2019 di Graha Niaga, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Pada 2019, Piter melanjutkan, kondisi pasar dunia yang masih diliputi ketidakpastian akibat perang dagang akan menyebabkan harga minyak cenderung meningkat dan ketatnya likuiditas global.
Sementara di sisi domestik, ia menambahkan, perekonomian nasional masih diwarnai oleh defisit transaksi berjalan. Oleh karenanya, kurs mata uang garuda diperkirakan akan terus dalam tekanan pelemahan, yakni berada di angka Rp 15.200 per USD 1.
"Sepanjang tahun 2019, nilai tukar rupiah rata-rata akan berada di kisaran Rp 15.200 per dolar AS. Tekanan pelemahan terbesar terhadap rupiah akan terjadi pada semester pertama. Rupiah akan mendapatkan momentum penguatan pada semester kedua setelah selesainya proses pemilu," paparnya.
Advertisement