Sejumlah Keluarga Korban Lion Air PK-LQP Akan Kembali Gugat Boeing

Saat ini, beberapa keluarga korban tengah melakukan mediasi dengan penasihat hukum dari Legisperitus Lawyers.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 21 Nov 2018, 18:10 WIB
Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air (foto: Camelia)

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah keluarga korban Lion Air PK-LQP  JT-610 yang jatuh di Perairan Karawang, Jawa Barat, tengah mempersiapkan gugatan kepada produsen pesawat Boeing. Saat ini, beberapa keluarga korban tengah melakukan mediasi dengan penasehat hukum dari Legisperitus Lawyers.

Lawyer sekaligus penasihat hukum Legisperitus Daniel Alfredo mengatakan, langkah hukum lanjutan ini ditempuh karena hukum Indonesia masih memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.

"Memang keluarga korban mendapatkan santunan Rp 1,25 miliar plus Rp 50 juta, tapi itu kan sudah kompensasi kewajiban. Sebenarnya keluarga korban bisa melakukan gugatan kepada Boeing kalau mereka yakin ada indikasi kelalaian atau kesalahan dari Boeing," kata Daniel kepada wartawan, Rabu (21/11/2018).

Tak seperti keluarga almarhum Dokter Rio Nanda Pratama yang sebelumnya sudah melakukan gugatan, sejumlah keluarga korban lain ini lebih memilih untuk menunggu hasil investigasi dari Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT).

Namun, mereka sadar hasil investigasi dari KNKT ini memang tidak bisa dijadikan bukti di pengadilan, melainkan hanya bersifat rekomendasi yang tidak mengikat. Namun, hal ini bisa menambah refensi para keluarga korban untuk melakukan gugatan.

Mengingat gugatan ini akan bersifat internasional, Daniel mengaku telah mendapat bantuan hukum dari lawyer internasional yang berkantor di London, Eropa. Pengacara tersebut diklaim sudah berpengalaman dalam menangani kasus hukum penerbangan.

"Jadi kita tidak gegabah, langkah pertama kita berikan pertimbangan dulu. Kalau hasil KNKT sudah keluar, baru kita susun strategi gugatannya akan seperti apa. Karena hukum internasionalnya gugatan bisa dilakukan maksimal dua tahun setelah kejadian. Jadi, masih panjang waktunya," kata dia.

Dikatakan Daniel, indikasi awal memang ada kesalahan dari pihak Boeing dalam kecelakaan [Lion Air]( 3694592 ""). Salah satu buktinya, diterbitkannya buku panduan tambahan untuk pesawat 737-Max 8. Padahal, pesawat ini merupakan pesawat terbaru Boeing.

Jim Morris, mantan pilot dan Head of Aviation at Ashfords LLP, Kantor Hukum internasional yg berpusat di London mengatakan jika gugatan hukum tidak akan tergesa-gesa dilakukan karena masih akan menunggu proses investigasi.

"Mudah-mudahan para penyelidik di Indonesia dapat segera mempublikasikan laporan awal tentang kecelakaan yang menimpa Lion Air yang bisa menjadi kunci identifikasi peristiwa yang menyebabkan hilangnya kendali (pesawat). Ini sehingga operator Boeing 737 MAX8 dan pabrikan dapat belajar dan menerapkan semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah tragedi serupa terjadi lagi," harap dia.

Sebelum ini, Boeing juga sudah mendapatkan gugatan. Penggugatnya adalah H. Irianto, ayah Rio Nanda Pratama, dokter yang menjadi korban kecelakaan Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 di Laut Jawa pada Senin, 29 Oktober 2018.

Gugatan dilayangkan pada Rabu, 14 November 2018, di Pengadilan Chicago, di mana Boeing bermarkas. Ini adalah gugatan pertama yang dilayangkan ke produsen pesawat itu terkait musibah Lion Air.


Dugaan Malafungsi di Balik Gugatan Ayah Korban Lion Air ke Boeing

Petugas memindahkan kantong jenazah dari ambulans ke RS Polri, Kramat Jati, Jakarta, Selasa (30/10). Dua kantong jenazah kembali tiba di RS Polri pascakecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Gugatan dilayangkan pada Boeing, produsen pesawat terbesar di dunia. Penggugatnya adalah H. Irianto, ayah Rio Nanda Pratama, dokter yang menjadi korban kecelakaan Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 di Laut Jawa pada Senin, 29 Oktober 2018.

Gugatan dilayangkan pada Rabu, 14 November 2018, di Pengadilan Chicago, di mana Boeing bermarkas. Ini adalah gugatan pertama yang dilayangkan ke produsen pesawat itu terkait musibah Lion Air.

Dalam gugatan tersebut, Irianto mengklaim, sistem kontrol penerbangan baru dalam pesawat Boeing 737 MAX 8 memicu kecelakaan. Ia meminta pertanggungjawaban Boeing, meskipun tak menyebut soal ganti rugi.

Seperti dikutip dari The Straits Times, Sabtu (17/11/2018), para penyelidik meyakini sensor yang keliru memicu sistem keamanan komputer untuk mendorong pesawat melakukan penurunan (dive) ketika pilot sedang berusaha mengatasi sejumlah malafungsi yang terjadi di dalam pesawat.

Saat ini Boeing dan regulator penerbangan AS sedang mempertimbangkan, apakah akan menambah perangkat lunak untuk memperbaiki performa Boeing 737 MAX 8.

Sebelumnya, tiga serikat pilot di AS menyuarakan keprihatinan, tentang apa yang mereka sebut sebagai kurangnya informasi yang disediakan Boeing terkait sistem keamanan di pesawat anyarnya.

Air Line Pilots Association, yang merepresentasikan para penerbang di United Continental menulis surat kepada pejabat administrator Federal Aviation Administration (FAA), Dan Elwell.

"Dikhawatirkan bahwa ada potensi kekurangan dalam sistem penerbangan keamanan yang signifikan," demikian cuplikan surat tersebut. Pihak serikat pilot juga meminta penjelasan lebih rinci.

Sementara itu, Southwest Airlines Pilots Association dan Allied Pilots Association, yang merepresentasikan para penerbang di American Airlines Group, juga menyuarakan hal serupa.

Juru bicara Boeing, Chaz Bickers, menolak untuk mengomentari gugatan atau penyelidikan terkait kecelakaan Lion Air, yang kali pertama menimpa Boeing 737 MAX 8 bikinannya.

Ia hanya mengulangi pernyataan sebelumnya yang dikeluarkan pihak perusahaan. "Kami mengambil setiap langkah untuk sepenuhnya memahami semua aspek dari insiden ini, bekerja sama dengan tim investigasi dan semua pihak berwenang yang terlibat," kata Bickers. "Kami percaya diri dengan keamanan 737 MAX."

Sebelumnya terungkap, Southwest Airlines, operator terbesar pengguna Boeing 737 MAX 8 mengganti dua sensor kontrol penerbangan yang tidak berfungsi, dari jet dengan jenis yang sama, tiga pekan sebelum kecelakaan Lion Air.

Hal tersebut dikabarkan Wall Street Journal, yang mengutip ringkasan catatan pemeliharaan maskapai AS tersebut.

Para pilot maskapai yang bermarkas di Dallas tersebut melaporkan bahwa mereka tak bisa menggunakan pengaturan klep penutup (throttle) pesawat.

Boeing menyebut, pihaknya menyediakan dua pembaruan (update) untuk operator di seluruh dunia, dengan menekankan kembali prosedur yang ada untuk situasi tersebut. "Keselamatan tetap menjadi prioritas utamanya," kata pihak Boeing.

Sebelumnya, Kamis lalu, Direktur Operasi Lion Air mengaku "frustrasi" dengan apa yang disebutnya sebagai kurangnya informasi tentang fitur keamanan di Boeing 737 MAX 8.

"Tidak ada rincian tentang Manoeuvring Characteristics Augmentation System dalam pembaruan terbaru Boeing, kata Zwingly Silalahi.

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya