Kejagung Kejar Aset Yayasan Supersemar hingga ke Luar Negeri

Pengejaran aset tersebut lantaran pihak Yayasan Supersemar tidak membayar ganti rugi secara sukarela sesuai putusan Mahkamah Agung.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 22 Nov 2018, 06:53 WIB
Penampakan Gedung Granadi di Jalan HR Rasuna Said Kuningan, Jakarta, Rabu (21/11). Penyitaan Gedung Granadi dilakukan guna menjalankan putusan MA atas gugatan Kejaksaan Agung terhadap Yayasan Supersemar. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan terus menelusuri aset milik Yayasan Supersemar hingga dapat membayar kerugian negara sebesar Rp 4,4 triliun. Bahkan, aset milik yayasan keluarga Cendana tersebut yang ada di luar negeri sekalipun.

Direktur Pertimbangan Hukum Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) Yogi Hasibuan mengatakan, pihaknya telah menggandeng Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung untuk memburu seluruh aset atas nama Yayasan Supersemar baik yang ada di dalam maupun luar negeri.

Menurutnya, Kejagung melalui tim eksekutor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak akan berhenti mencari seluruh aset tersebut hingga terkumpul uang senilai Rp 4,4 triliun sebagai ganti kerugian negara akibat penyalahgunaan dana oleh Yayasan Supersemar.

"Kami masih mencari semua asetnya baik yang ada di dalam maupun di luar negeri. Kami di Kejaksaan kan ada yang namanya PPA untuk mencari aset itu, kami akan gunakan itu," ujar Yogi di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2018).

Pengejaran aset tersebut lantaran pihak Yayasan Supersemar tidak membayar ganti rugi secara sukarela sesuai putusan Mahkamah Agung. Sehingga Kejagung terus mengejar aset bergerak maupun tak bergerak untuk membayar kerugian negara senilai Rp 4,4 triliun tersebut.

"Kita harus mencari asetnya, dia kan tidak membayar dengan sukarela. Makanya kita cari asetnya sampai ketemu nilai itu (Rp 4,4 triliun)," ucap Yogi.

Dia menegaskan, pihaknya telah mengirimkan daftar aset bergerak dan tidak bergerak atas nama Yayasan Supersemar kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selaku tim eksekutor untuk segera dirampas demi kepentingan negara.

"Kami sudah ajukan daftar itu. Tapi itu kewenangan pengadilan untuk menyita. Pengadilan yang dapat menentukan aset itu bisa disita atau tidak," kata Yogi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Tak Bisa Dieksekusi

Sebagai informasi, Yayasan Supersemar digugat oleh Kejaksaan Agung secara perdata pada 2007 atas dugaan penyelewenangan dana beasiswa pada berbagai tingkatan sekolah yang tidak sesuai serta dipinjamkan kepada pihak ketiga.

Pada Maret 2008, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah mengabulkan‎ gugatan Kejaksaan Agung dan menghukum Yayasan Supersemar untuk membayar ganti rugi kepada pemerintah sebesar USD 105 juta dan Rp 46 miliar. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Februari 2009.

Begitu pula pada tingkat kasasi, MA menguatkan putusan PT DKI‎ Jakarta pada Oktober 2010. Namun ternyata terjadi salah ketik terkait jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Yayasan Supersemar kepada pemerintah. Jumlah yang seharusnya ditulis sebesar Rp 185 miliar menjadi hanya Rp 185 juta, sehingga putusan itu tidak dapat dieksekusi.

Kejaksaan Agung lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada September 2013. Permohonan tersebut dikabulkan oleh MA dan memutuskan bahwa Yayasan Supersemar harus membayar ganti rugi ke negara sebesar Rp 4,4 triliun.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya