Liputan6.com, Jakarta - Indonesia naik dua peringkat ke posisi 45 di laporan IMD Talent ranking 2018. Daftar tersebut menyorot usaha yang ditanam untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)lokal.
IMD atau International Institute for Management Development adalah sekolah bisnis tingkat lanjut yang berlokasi di Swiss dan juga membuka institusinya di Singapura.
Baca Juga
Advertisement
Laporan IMD mempertimbangkan tiga faktor: faktor Investasi dan Pengembangan yang mengukur sumber daya untuk mengembangkan modal manusia suatu negara; faktor Daya Tarik yang mengevaluasi sejauh mana negara menarik SDM dari luar negeri dan pada yang sama bisa memelihara para profesional lokal; dan faktor Kesiapan yang menilai kualitas kemampuan dan kompetensi yang tersedia di suatu negara.
Indonesia berada di posisi 45, naik dua perangkat dari tahun sebelumnya. Dengan ini, talenta Indonesia mengalahkan negara seperti Rusia (46), Turki (51), dan India (53).
Di Asia, Singapura mendapat posisi tertinggi di peringkat 13, mengalahkan Jepang (29) dan Korea Selatan (33). Namun, peringkat Singapura terpantau stagnan, sementara Jepang dan Korsel naik masing-masing dua dan enam peringkat.
Negara yang mendapat lima besar secara berturut-turut adalah Swiss, Denmark, Norwegia, Austria, dan Belanda. Sementara, Amerika Serikat (AS) tidak masuk 10 besar dan berada di peringkat 12.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi suatu negara bukan satu-satunya faktor terkait talenta yang dimiliki. Namun, faktor sosial seperti kualitas institusi juga menjadi penunjang suatu negara dalam menarik talenta internasional. Negara yang angka korupsinya rendah juga menjadi lokasi primadona untuk para talenta.
"(Terdapat) hubungan kuat yang positif yang menunjukkan bahwa negara dengan akuntabilitas yang kuat dan tingkat korupsi rendah mendapat peringkat tinggi di indeks talenta kami." jelas laporan itu.
Disrupsi Teknologi Pangkas 56 Persen Lapangan Kerja di Dunia
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengungkapkan, 56 persen tenaga kerja di dunia akan hilang akibat dampak disrupsi teknologi di dunia. Hal itu diprediksikan akan terjadi 10 sampai 20 tahun lagi dari sekarang.
"Kalau misalnya (disrupsi teknologi) di luar negeri belum terlalu cepat terjadi, pasti di sini (Indonesia) juga tidak akan terlalu cepat efeknya, tapi memang harus kita antisipasi," terang dia di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Senin, 19 November 2018.
Hanif menambahkan, industri dengan padat teknologi seperti perbankan dan ritel akan terdampak dari disrupsi teknologi tersebut.
"Sektor-sektor padat teknologi tentu saja menjadi sektor yang akan terpengaruh dengan perkembangan perubahan IT. Itu misalnya perbankan, ritel, dan logistik," jelasnya.
Oleh sebab itu, pemerintah akan berupaya memetakan pekerjaan apa saja yang sekiranya menyusut atau menghilang sebagai dampak disrupsi teknologi ini. Menaker Hanif menyebutkan hal tersebut sudah diproyeksikan dalam man power planning.
"Kita ada pemetaan misalnya sampai 5 tahun ke depan pekerjaan apa yang akan nyusut dari sisi tenaga kerjanya, pekerjaan baru yang akan muncul, itu kita sudah petakan. Kita buat namanya man power planning tentang perubahan pasar kerja di masa depan," tandasnya.
Advertisement