Liputan6.com, Jakarta - Timnas Indonesia mengakhiri perjalanan sepak terjang tim nasional dari semua jenjang umur dengan cerita pahit. Indonesia harus menerima kenyataan tersingkir lebih cepat di Piala AFF 2018 yang masih menyisakan satu pertandingan lagi.
Kegagalan di Piala AFF memang bukan sebuah kabar baru. Timnas Indonesia hingga saat ini pun belum pernah mengecap satupun gelar juara di turnamen antar negara Asia Tenggara ini.
Baca Juga
Advertisement
Prestasi terbaik Indonesia di ajang ini hanya runner up dan itu terjadi 5 kali! Selalu saja ada penyebab hingga Indonesia gagal menjadi juara Piala AFF.
Sedangkan gagal melaju dari fase grup atau lolos ke semifinal Piala AFF sudah empat kali dialami Timnas Indonesia. Sebelumnya, Indonesia juga gagal melaju ke semifinal pada 2007, 2012 dan 2014.
Fluktuasi prestasi di ajang Piala AFF menjadi tanda tanya besar. Maklum, Timnas Indonesia sebenarnya sedang dalam tren positif usai lolos ke perdelapan final Asian Games 2018 lalu. Ini menjadi prestasi besar karena Tim Garuda selalu kesulitan melewati fase grup di Asian Games edisi-edisi sebelumnya.
Kala itu, Timnas Indonesia mendapatkan banyak pujian berkat usaha keras mereka di Asian Games 2018. Langkah Tim Garuda terganjal karena kalah adu penalti lawan Uni Emirat Arab. Meski mayoritas diisi pemain Timnas U-23, namun pemain-pemain yang tampil di Asian Games 2018 merupakan pilar untuk timnas senior.
Setelah kesuksesan ini, ritme Timnas Indonesia dipaksa berubah total. Ini setelah PSSI memutuskan untuk tidak lagi memperpanjang kontrak Luis Milla. Usai melalui negoisasi alot, PSSI mengambil keputusan untuk mengangkat Bima Sakti sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia.
Keputusan ini sangat mendadak dan berbau spekulasi. PSSI seakan tak mau pusing mencari pelatih anyar dan santai menunjuk Bima Sakti sebagai pelatih, hasilnya? Timnas Indonesia gagal di Piala AFF 2018. Sudah bisa diprediksi?
Perubahan Pola Permainan
Timnas Indonesia dituding sudah berubah total di tangan Bima Sakti. Itu bisa dilihat sejak pertandingan melawan Singapura pada laga pertama Piala AFF 2018.
Formasi 4-3-3 atau 4-3-1-2 yang kerap dipakai Luis Milla berubah total. Timnas Indonesia dibawah arahan Bima Sakti seakan kembali ke era 3-5-2 formasi yang populer dipakai Timnas Italia di era 1980-an lalu.
Mantan pelatih timnas Indonesia U-19, Eduard Tjong membenarkan ada perubahan dalam permainan Timnas Indonesia. Permainan bola-bola pendek ala Spanyol dari Luis Milla seakan hilang.
Eduard menuturkan, timnas Indonesia senior lebih sering memainkan bola pendek saat masih ditangani Luis Milla. Di bawah asuhan Bima, Eduard menilai, permainan itu sedikit berkurang.
"Yang saya tonton ada sedikit perubahan. Waktu sama Milla, rapi dari kaki ke kaki. Bola panjang ada, tetapi jarang. Mungkin Bima punya cara main sendiri," kata Eduard saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (22/11/2018).
Lebih lanjut, pelatih timnas Indonesia U-19 era 2016 ini menambahkan, sebagai pelatih, Bima memang punya wewenang untuk menerapkan gaya bermain yang sesuai dengan keinginannya.
Namun Eduard menyoroti komposisi tim yang menurutnya tidak cocok bermain bola panjang. Menurut Eduard, hanya Beto Goncalves yang memenuhi kriteria tersebut.
"Kenapa main long, di depan kita punya (pemain, red) kecil-kecil. Paling hanya Beto. Ini yang ada perubahan," kata mantan pelatih Persela Lamongan tersebut.
Advertisement
Pantas Mundur
Sebagai konsekuensi dari kegagalan ini, PSSI pantas mempertimbangkan kembali posisi Bima Sakti sebagai pelatih. Bima Sakti sebagai pelatih tentu juga punya rasa bersalah dengan kegagalan Indonesia ini.
Eduard Tjong juga menyarankan agar publik tidak menyalahkan Bima Sakti atas kesalahan ini. Eks kapten Timnas Indonesia era 1990-an itu dinilai berani ambil risiko besar saat dipilih.
"Sebagai pelatih, saya respek sama dia. Ini buat pengalaman dia juga. Dia masih muda sebagai pelatih. Jangan kendor. Di Indonesia, ini biasa," kata Eduard.
Sementara itu, Bima Sakti mengaku siap menerima konsekuensi dari kegagalan timnya menembus semifinal Piala AFF 2018. Namun, dia pilih menunggu keputusan dari PSSI ketimbang mundur dari posisinya.
Bima Sakti mengatakan staf dan pemain Timnas Indonesia sedih akibat kegagalan tersebut.
"Saya menyerahkan semuanya kepada federasi. Kami dari tim pelatih akan menerima apa pun konsekuensi dan menerima keputusan yang diambil federasi," ujar Bima Sakti setelah sesi latihan Timnas Indonesia di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
"Kalau PSSI memutuskan kami untuk mundur, tentu kami siap. Harapannya siapa pun pelatihnya nanti, baik asing maupun lokal, tentu kita semua harus memberikan dukungan semaksimal mungkin. Saya berharap masyarakat mengerti bahwa ini merupakan proses yang tidak mudah. Thailand dan Vietnam bisa seperti saat ini karena pembentukan usia dini dengan dasar yang bagus,"katanya.
Kegagalan sebuah Tim nasional memang tidak melulu gara-gara pelatih. Namun karena mereka otak dari permainan tim di lapangan, kesalahan terbesar selalu diarahkan kepada pelatih. Bagaimana PSSI? Siapkah ketum PSSI, Edy Rahmayadi juga turut bertanggung jawab karena memilih pelatih yang tidak tepat?