23-11-1942: Kisah Poon Lim, Bertahan Hidup 133 Hari di Lautan Ganas

Poon Lim, pria asal China berhasil bertahan hidup di Laut Atlantik selama 133 hari. Bagaimana ia bertahan hidup?

oleh Tanti YulianingsihElin Yunita Kristanti diperbarui 23 Nov 2018, 06:00 WIB
Naik rakit, Poon Lim berhasil bertahan hidup di Laut Atlantik selama 133 hari (Wikipedia/Public Domain)

Liputan6.com, Brasilia - Tiga nelayan yang sedang berlayar di laut, sekitar 16 kilometer lepas pantai Brasil, melihat penampakan tak biasa di tengah laut. Penasaran, mereka mengarahkan kapal mendekat.

Ternyata, itu adalah seorang pria yang berada di dalam rakit kayu. Dengan bersemangat, ia melambaikan kaus ke udara. Tanda meminta pertolongan. Para nelayan pun kemudian menjemputnya.

Orang asing itu tak memahami sepatah kata pun dalam Bahasa Portugis. Tak jelas siapa dan apa yang dia alami. Yang jelas, pria itu kepalaran. Ia melahap semua makanan yang ditawarkan.

Seperti dikutip dari Daily Telegraph, tiga hari kemudian mereka tiba di daratan. Akhirnya mereka menemukan seseorang yang bisa memahami perkataan pria asing itu. Ternyata, namanya adalah Poon Lim. Ia bekerja sebagai pramugara di SS Benlomond, kapal dagang milik Angkatan Laut Inggris (British Merchant Navy) yang tenggelam usai dihajar torpedo Jerman pada 23 November 1942.

SS Benlomond karam di tengah perjalanan dari Cape Town menuju Suriname, usai ditorpedo kapal selam Jerman U-172. Bahtera itu berakhir di titik 1.200 kilometer di timur muara Sungai Amazon.

Saat kejadian, Lim segera mengenakan jaket penyelamat dan terjun ke air. Lim berhasil lolos sesaat sebelum mesin uap kapal meledak. Ia menjadi satu-satunya korban selamat dari insiden itu.

Setelah tubuhnya menghempas permukaan laut, ia susah payah berenang selama dua jam sebelum menemukan sebuah rakit kayu. Seseorang meluncurkannya dari kapal nahas, namun tak sempat memakainya.

Untungnya, ada persediaan dalam rakit itu: beberapa kaleng biskuit, 40 liter air, sejumlah cokelat, sekantung gula, beberapa suar, dua panci asap (smoke pots), dan senter.

Lim memutuskan untuk menghemat perbekalannya. Sebab, ia tak tahu kapan bisa selamat.

Ia bahkan berupaya menambah persediaan. Salah satunya dengan menampung tetesan air hujan dengan jaket penyelamat atau kanopi dari kanvas.

Lim memilin tali pancing. Kailnya dari paku dan pegas di dalam senter yang tak lagi berfungsi. Ia kemudian meremukkan biskuit, mencampurkannya dengan sedikit air, dibentuk bulat kecil-kecil. Untuk dijadikan umpan.

Saat kailnya mengenai ikan kecil, Lim akan menggunakannya untuk memancing ikan yang lebih besar. Hasil pancingannya itu ia makan mentah-mentah.

Sesekali ia menangkap hiu, dengan susah payah. Pria asal Pulau Hainan, China itu kemudian memotongnya dengan pisau yang ia buat dari tutup kaleng. Sementara, darahnya ia minum.

Kala itu, hujan tak turun selama berhari-hari. Cairan merah itu digunakan untuk melepas dahaga.

Lim juga menangkap burung-burung camar, mengasinkan dagingnya dengan air laut dan mengeringkannya di dek. Dibikin dendeng.

Cara itu lah yang bisa membuatnya bertahan hidup selama 133 hari. Selama terkatung-katung di lautan, Lim sempat bersua dengan sejumlah kapal. Namun, bahtera-bahtera tersebut tak mau mendekat.

Entah apa alasannya. Mungkin karena dia orang Asia. Atau, jangan-jangan jebakan musuh. Para penerbang melihatnya, namun badai kemudian mendorongnya jauh dari titik yang dilaporkan. Kapal selam Jerman juga menjumpainya, namun tak melakukan apapun.

Pasca-diselamatkan, berat badan Poon Lim turun 9 kilogram. Ia harus menjalani perawatan selama empat pekan di rumah sakit.

Penyelamatan Poon Lim di Brasil mengakhiri cobaan beratnya sekaligus membuatnya jadi selebritas dadakan.

Pada Oktober 1943, Poon Lim pergi ke London untuk menerima penghargaan British Empire Medal dari Raja George VI. Ia juga melakukan perjalanan keliling dunia, berbicara tentang pengalamannya dan mengajarkan teknik bertahan hidup.

Pasca-perang, Lim memutuskan untuk beremigrasi ke Amerika. Namun, kala itu kuota untuk imigran China sudah terlampaui.

Meski demikian, berkat ketenarannya dan bantuan Senator Warren Magnuson, Lim menerima dispensasi khusus dan akhirnya jadi warga negara AS.

Hingga kini, tak ada satu manusia pun yang bisa bertahan hidup 133 hari di laut menggunakan rakit. Poon Lim adalah pemegang rekor.

"Semoga tak ada yang bisa memecahkan rekor itu," kata dia, sebelum kematiannya pada 1991, seperti dikutip The Vintage News.


Gempa yang Menyudahi 3.000 Nyawa

Ilustrasi Gempa Bumi (iStockphoto)

Tak hanya awal petualangan Poon Lim 133 hari bertahan di lautan hanya menggunakan rakit, sejumlah peristiwa juga terjadi pada tanggal 23 November.

Pada 1980, gempa dahsyat terjadi di Italia utara. Lindu dengan magnitudo 7,2 mengguncang pada pukul 19.34 waktu setempat. Pusatnya di Eboli, di selatan Napoli.

Minggu malam itu, di dekat Balvano, anak-anak bersiap untuk menerima komuni pertama mereka di Gereja Conza Della Compagna yang sudah berusia 1.000 tahun.

Guncangan kekerasan menghancurkan gereja dan menewaskan banyak orang, termasuk 26 anak-anak.

Di seluruh Italia Selatan, kebakaran terjadi ketika saluran gas pecah. Dan, karena banyak pasokan air di daerah itu terganggu oleh pipa yang putus, upaya pemadaman api terhambat.

Selain itu, jalan dan rel kereta api menuju desa-desa kecil rusak, yang memperlambat upaya evakuasi dan pemberian bantuan. Yang lebih buruk lagi, kabut tebal menyelimuti area malam itu dan keesokan paginya. Bantuan lewat helikopter tak bisa disalurkan.

Selama beberapa minggu berikutnya, baru terkuak bahwa gempa merenggut sekitar 3.000 orang. Sementara 300.000 lainnya akan menjadi tunawisma ketika musim dingin dimulai.

Tak hanya itu, pada 23 November 1962, seorang sopir truk yang bakal jadi orang nomor satu di Venezuela lahir. Ia adalah Presiden Nicolas Maduro.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya