Liputan6.com, Jakarta Siapa bilang perang itu selalu bikin nelangsa? Selalu rajin menimbulkan kerugian dan korban jiwa? Di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, perangnya justru asyik. Jauh dari kesan menyeramkan. Semua rasa damai justru muncul setelah perang digelar.
Nah, semua rekaman yang serba terbalik dari perang sesungguhnya itu sangat terasa saat Perang Topat digelar, Kamis (22/11). Kompleks Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang menjadi lokasi acara jadi heboh luar biasa. Saking hebohnya, University of Vienna sampai menurunkan dua profesornya untuk meneliti Perang Topat.
Advertisement
Ini bukan perang sungguhan. Tapi ini adalah tradisi masyarakat Lombok Barat yang sudah ratusan tahun. Tradisinya menceritakan damainya masyarakat Lombok Barat mempraktikkan hidup dalam keberagaman. Islam dan Hindu menyatu. Tak ada gesekan. Tak ada konfrontasi. Yang muncul, justru tradisi Perang Topat yang lestari hingga sekarang.
"Belakangan ini orang bicara empat pilar berbangsa, Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Tapi hari ini kita tidak sekadar bicara. Kita beri contoh kepada seluruh anak bangsa bahwa di tempat ini kita praktikkan empat pilar tersebut. Perang Topat ini dilakukan dengan penuh kegembiraan oleh dua unsur Agama dan Suku, Islam dan Hindu, suku Sasak dan Bali," kata Bupati Lombok Barat, Fauzan Khalid, saat membuka Perang Topat.
Asdep Pemasaran I Regional III, Kemenpar, Muh Ricky Fauziyani juga ikut buka suara. Menurutnya, tradisi Perang Topat menjadi pelajaran bagaimana menjaga toleransi dan silaturahmi di antara dua suku dan agama di Lombok Barat.
"Lombok Barat beruntung punya tradisi adilihung yang tinggi. Itu yang harus kita lestarikan,” ujar Ricky.
Menpar Arief Yahya juga seirama. Dia menyebut Lombok kaya akan tradisi dan budaya yang kuat. Lombok juga sudah ditetapkan sebagai satu dari 10 Top Destinasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika sebagai icon.
Atraksinya juga banyak, selain alam yang indah, pasir putih, laut jernih dan biru, terumbu karang yang bagus, ada gunung, ada hutan tropis.‘’Dan ada tradisi Perang Topat yang sudah diteliti universitas di Eropa Ingat, wisman datang ke Indonesia itu 60% karena culture, 35% karena nature, dan 5% alasan man made,’’ paparnya.
Soal pelestarian budaya, Menpar Arief punya contoh di alam. "Ikan yang dilihat akan memiliki nilai ekonomi yang lebih besar daripada ikan yang ditangkap. Ikan sekali tangkap, selesai. Ikan semakin dipelihara, dilihat orang akan mendatangkan devisa,” kata dia.
(*)