Sejarah Black Friday, Pesta Berburu Diskon Besar-besaran

Mengetahui sejarah di balik pesta berburu barang dengan diskon gila-gilaan di beberapa negara di luar negeri, Black Friday.

oleh Putu Elmira diperbarui 23 Nov 2018, 13:15 WIB
Mengetahui sejarah di balik pesta berburu barang dengan diskon gila-gilaan di beberapa negara di luar negeri, Black Friday. (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Beragam penawaran menarik dan diskon besar-besaran hadir di hari belanja serentak usai perayaan Thanksgiving atau yang lebih dikenal dengan sebutan Black Friday. Awalnya, momen ini secara tidak resmi dimulai di awal musim Natal pada akhir abad ke-19.

Seperti dilansir dari thebalance, Jumat (23/11/2018), presiden ke-16 Amerika Serikat, Abraham Lincoln menetapkan hari libur Thanksgiving pada Kamis terakhir di bulan November. Sehari setelah Thanksgiving, kala itu tidak disebut Black Friday, nama itu dikaitkan dengan 24 September 1869.

Dua spekulan, Jay Gould dan James Fisk menciptakan boom and bust atau fase bergantian pertumbuhan ekonomi dan penurunan untuk harga emas. Pasar saham ikut jatuh dan harga turun 20 persen. Gangguan harga emas membuat komoditas anjlok hingga 50 persen. Korupsi di Tammany Hall memungkinkan Gould dan Fisk untuk melarikan diri tanpa hukuman.

Pada 1905, departement store Kanada, Eaton memulai parade Hari Thanksgiving pertama membawa Sinterklas dengan kereta melalui jalan-jalan pusat di Toronto. Kemudian pada 1913, delapan rusa hidup menarik kereta luncur Santa. Seven floats mewakili karakter sajak anak-anak yang bergabung dengan Santa dalam pawai pada 1916.

Pawai Eaton menginspirasi Departement Store Macy's untuk meluncurkan parade Thanksgiving Day yang terkenal di New York. Pawai itu mendorong pembelanjaan hari berikutnya. Pengecer memiliki perjanjian untuk menunggu sampai saat itu sebelum iklan penjualan liburan.

Pada 1939, Thanksgiving jatuh pada minggu kelima bulan November. Pengecer memperingatkan bahwa mereka akan bangkrut karena musim belanja liburan terlalu pendek. Mereka pun mengajukan petisi kepada Presiden Franklin D. Roosevelt untuk memindahkan hari libur Thanksgiving sampai Kamis keempat.

Namun sayang, saat ini telah masuk akhir Oktober dan kebanyakan orang sudah membuat rencana hingga ada beberapa yang kesal dan menyebut liburan sebagai "Franksgiving". Hanya 32 negara yang mengikuti langkah Franklin, sedangkan lainnya merayakan dua hari libur dan memaksa beberapa perusahaan untuk memberi karyawan libur ekstra.

Kemudian pada 1941, Kongres mengakhiri pertanyaan banyak orang. Hukum mengesahkan bahwa Thanksgiving selalu jatuh pada Kamis keempat di bulan November. Lalu pada 1950-an, orang-orang mulai sakit hati pada hari setelah Thanksgiving yang pada dasarnya memberi mereka sendiri akhir pekan empat hari.

Karena toko-toko buka sehingga memaksa harus bekerja, mereka lalu mencuri-curi waktu untuk belanja selama bos mereka tidak melihat. Daripada mencoba menentukan gaji yang harus dipotong, banyak bisnis mulai menambahkan hari itu sebagai hari libur berbayar.

Pada 1966, nama Black Friday menjadi populer di media cetak. Saat itulah sebuah kisah muncul dalam sebuah iklan di The American Philatelist, sebuah majalah kolektor perangko. Departemen Kepolisian Philadelphia memakai nama itu untuk menggambarkan kemacetan lalu lintas dan kerumunan di toko-toko di pusat kota.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya