Liputan6.com, Jakarta - Ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebutkan tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang berasal dari faktor eksternal kian berkurang.
Hal itu disebabkan kondisi ekonomi global yang mulai stabil seiring berkurangnya normalisasi ekonomi di Amerika Serikat (AS).
"Tekanannya mereda, karena memang di dunia juga sudah melihat bahwa normalisasi Amerika Serikat tensinya sudah semakin rendah," kata Wimboh saat ditemui di mesjid kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Wimboh menjelaskan, normalisasi di AS mulai terlihat dampak negatifnya terutama kepada negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Yang paling parah terkena dampak contohnya adalah Argentina, Venezuela dan Turki yang terkena krisis karena nilai tukar mata uangnya merosot tajam. Gangguan yang terjadi di negara berkembang secara otomatis juga akan berimbas pada perekonomian di negara maju.
"Ini sudah dilihat bahwa permasalahan di negara berkembang akan juga berimbas kembali pada perekenomian negara maju termasuk Amerika Serikat," ujar dia.
"Ini bagaimana mem-balance (menyeimbangkan) karena di negara berkembang juga mengalami tekanan otomatis kemampuan negara berkembang atau ekonomi di negara berkembang terganggu, mempengaruhi kemampuan negara berkembang untuk mengabsorb pembelian barang-barang luar negeri yang juga itu produksi negara-negara maju," tambah dia.
Wimboh menegaskan, normalisasi di suatu negara maju memang harus dilakukan secara terukur sebab imbasnya akan melebar ke negara-negara lain terutama negara berkembang. Lebih jauh dampak tersebut akan mempengaruhi aktivitas ekspor impor yang barang mentah hasil alam banyak berasal dari negara berkembang.
"Spill back-nya harus sangat-sangat terukur. Dan ini harus di pahami dan harus betul – betul di-manage dengan baik. Ini sudah kelihatan bahwa di negara - negara seperti Idonesia ini kan potensinya besar untuk ekspor ke negara-negara klin baik maju dan berkembang mengenai hasil-hasil natural resources kita," ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Dolar AS Melemah terhadap Sejumlah Mata Uang
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat para perdagangan Jumat ini. Rupiah akan bergerak di kisaran 14.585 per dolar AS sampai dengan 14.565 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, Jumat (23/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.540 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.580 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.540 per dolar AS hingga 14.556 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 7,36 persen.
Sedangan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok 14.552 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.592 per dolar AS.
"Rupiah yang bergerak naik dengan memanfaatkan kondisi yang ada, dapat melawan perkiraan pelemahan sebelumnya," jelas Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada.
Ia menilai peluang kenaikan rupiah kembali terbuka apalagi dengan kembali pelemahan kurs dolar AS.
Selain itu, sentimen dari dalam negeri diharapkan bisa kembali positif untuk menahan pelemahan rupiah.
"Salah satunya ialah optimisme pemerintah terkait pengelolaan anggaran yang akan dijaga dan berakhir dengan kinerja yang cukup baik," ujar Reza dikutip dari Antara.
Ia memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran 14.585 per dolar AS sampai dengan 14.565 per dolar AS.
Kepala Riset Valbury Sekuritas, Alfiansyah, juga menyebutkan bahwa nilai tukar rupiah kembali menguat akibat dolar AS yang melemah terhadap hampir semua mata uang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement